Evolusi-Cara Pembentukan Spesies (Spesiasi)
Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun proses spesiasi ini dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun.
Isolasi geografis merupakan bentuk pembatasan alam yang berupa pemisahan populasi oleh kondisi alam. Hal ini dapat terjadi jika populasi makhluk hidup yang sama bermigrasi dari lingkungan lama menuju lingkungan baru yang terpisah dengan lingkungan awal dan menetap membentuk populasi tersendiri. Jika sistem populasi yang mula-mula kontinu dipisahkan oleh kondisi geografis sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesiesnya, maka sistem populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan gen, dan evolusinya berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua populasi tadi akan semakin berbeda sebab masing-masing menjalani evolusi dengan caranya sendiri.
Isolasi geografis suatu populasi kecil, umumnya terjadi pada daerah pinggiran tempat hidup populasi tetua. Populasi yang memisahkan diri inilah yang disebut isolat periferal adalah suatu calon yang baik untuk terjadinya spesiasi karena tiga alasan berikut:
1. Kumpulan gen isolat periferal mungkin berbeda dengan kumpulan gen permulaaan populasi tetua. Hidup dekat perbatasan, isolat periferal mewakili sisi ekstrim setiap cline genotip yang berada di populasi tersebut. Jika jumlah isolat cukup kecil, maka akan terdapat efek pendiri yang menghasilkan suatu kumpulan gen populasi tetuanya.
2. Sampai isolat periferal menjadi populasi yang besar, hanyutan genetik akan terus merubah kumpulan gennya secara acak. Mutasi baru atau kombinasi alel yang ada saat ini bersifat netral dalam nilai adaptasinya bisa menjadi tetap dalam populasi semata-mata hanya faktor kebetulan. Sehingga menyebabkan perbedaan genotip dan fenotip dari populasi tetua.
3. Evolusi yang disebabkan karena seleksi alam bisa mengambil arah yang berbeda dalam isolat periferal dibandingkan dengan isolat di dalam populasi tetua. Karena isolat periferal menempati daerah perbatasan dimana lingkungannya agak berbeda, maka isolat periferal ini mungkin akan mengalami faktor seleksi yang berbeda dari dan umumnya lebih keras dibandingkan faktor seleksi yang berpengaruh pada populasi tetua.
Pengaruh isolasi georafis di dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya pencegahan ”gene flow” antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor luar (ekstrinsik). Berikutnya, setelah kedua populasi itu berbeda, maka pengumpulan perbedaan di dalam rentang waktu yang cukup menjadi mekanisme isolasi intrinsik. Isolasi intrinsik ini mempunyai sifat-sifat biologis yang dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau mencegah interbreeding jika kedua populasi ini berkumpul lagi setelah batas pemisahnya tidak ada. Setiap faktor yang menghalangi dua spesies untuk menghasilkan keturunan yang dapat hidup dan fertil mengarah pada terbentuknya isolasi reproduktif.
Isolasi reproduksi merupakan salah satu penghambat untuk terjadinya perkawinan silang. Jika individu-individu dalam suatu populasi berkumpul dalam satu tempat, maka mungkin terjadi kompetisi untuk mendapatkan makanan, tempat maupun pasangan. Kompetisi ini memungkinkan individu yang kalah akan beradaptasi dengan mengembangkan hanya sebagai faktor geografis (isolasi dengan pemisahan fisis) yang sebenarnya populasi itu masih memilki potensi untuk melakukan interbreeding dan mereka sebenarnya masih dapat dikatakan dalam satu spesies. Selanjutnya kedua populasi tersebut begitu berbeda secara genetis sehingga "gene flow" yang efektif tidak akan berlangsung lagi seandainya bercampur lagi. Jika titik pemisahan itu telah tercapai, maka kedua populasi itu telah menjadi dua spesies yang terpisah.
Berbagai rintangan reproduksi yang mengisolasi kumpulan gen spesies dapat dikategorikan ke dalam kelompok prazigotik dan pascazigotik (Campbell, 2003). Hal ini tergantung pada kapan rintangan tersebut bekerja, sebelum ataukah setelah pembentukan zigot.
Sawar prazigotik.
Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun proses spesiasi ini dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun.
Isolasi geografis merupakan bentuk pembatasan alam yang berupa pemisahan populasi oleh kondisi alam. Hal ini dapat terjadi jika populasi makhluk hidup yang sama bermigrasi dari lingkungan lama menuju lingkungan baru yang terpisah dengan lingkungan awal dan menetap membentuk populasi tersendiri. Jika sistem populasi yang mula-mula kontinu dipisahkan oleh kondisi geografis sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesiesnya, maka sistem populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan gen, dan evolusinya berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua populasi tadi akan semakin berbeda sebab masing-masing menjalani evolusi dengan caranya sendiri.
Isolasi geografis suatu populasi kecil, umumnya terjadi pada daerah pinggiran tempat hidup populasi tetua. Populasi yang memisahkan diri inilah yang disebut isolat periferal adalah suatu calon yang baik untuk terjadinya spesiasi karena tiga alasan berikut:
1. Kumpulan gen isolat periferal mungkin berbeda dengan kumpulan gen permulaaan populasi tetua. Hidup dekat perbatasan, isolat periferal mewakili sisi ekstrim setiap cline genotip yang berada di populasi tersebut. Jika jumlah isolat cukup kecil, maka akan terdapat efek pendiri yang menghasilkan suatu kumpulan gen populasi tetuanya.
2. Sampai isolat periferal menjadi populasi yang besar, hanyutan genetik akan terus merubah kumpulan gennya secara acak. Mutasi baru atau kombinasi alel yang ada saat ini bersifat netral dalam nilai adaptasinya bisa menjadi tetap dalam populasi semata-mata hanya faktor kebetulan. Sehingga menyebabkan perbedaan genotip dan fenotip dari populasi tetua.
3. Evolusi yang disebabkan karena seleksi alam bisa mengambil arah yang berbeda dalam isolat periferal dibandingkan dengan isolat di dalam populasi tetua. Karena isolat periferal menempati daerah perbatasan dimana lingkungannya agak berbeda, maka isolat periferal ini mungkin akan mengalami faktor seleksi yang berbeda dari dan umumnya lebih keras dibandingkan faktor seleksi yang berpengaruh pada populasi tetua.
Pengaruh isolasi georafis di dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya pencegahan ”gene flow” antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor luar (ekstrinsik). Berikutnya, setelah kedua populasi itu berbeda, maka pengumpulan perbedaan di dalam rentang waktu yang cukup menjadi mekanisme isolasi intrinsik. Isolasi intrinsik ini mempunyai sifat-sifat biologis yang dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau mencegah interbreeding jika kedua populasi ini berkumpul lagi setelah batas pemisahnya tidak ada. Setiap faktor yang menghalangi dua spesies untuk menghasilkan keturunan yang dapat hidup dan fertil mengarah pada terbentuknya isolasi reproduktif.
Isolasi reproduksi merupakan salah satu penghambat untuk terjadinya perkawinan silang. Jika individu-individu dalam suatu populasi berkumpul dalam satu tempat, maka mungkin terjadi kompetisi untuk mendapatkan makanan, tempat maupun pasangan. Kompetisi ini memungkinkan individu yang kalah akan beradaptasi dengan mengembangkan hanya sebagai faktor geografis (isolasi dengan pemisahan fisis) yang sebenarnya populasi itu masih memilki potensi untuk melakukan interbreeding dan mereka sebenarnya masih dapat dikatakan dalam satu spesies. Selanjutnya kedua populasi tersebut begitu berbeda secara genetis sehingga "gene flow" yang efektif tidak akan berlangsung lagi seandainya bercampur lagi. Jika titik pemisahan itu telah tercapai, maka kedua populasi itu telah menjadi dua spesies yang terpisah.
Berbagai rintangan reproduksi yang mengisolasi kumpulan gen spesies dapat dikategorikan ke dalam kelompok prazigotik dan pascazigotik (Campbell, 2003). Hal ini tergantung pada kapan rintangan tersebut bekerja, sebelum ataukah setelah pembentukan zigot.
Sawar prazigotik.
Sawar prazigotik menghalangi perkawinan antar spesies atau merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha untuk saling mengawini. Sawar ini terdiri dari isolasi habitat, isolasi temporal, isolasi mekanis dan isolasi gametik.
Isolasi habitat. Dua spesies yang hidup di dalam habitat yang berbeda di wilayah yang sama bisa saja bertemu walaupun hanya sesekali ataupun tidak sama sekali bertemu meskipun spesies-spesies tersebut tidak bisa dikatakan sepenuhnya terisolasi secara geografis. Contohnya pada dua spesies ular garter dengan genus Thamnophis hidup di daerah yang sama, tetapi salah satunya lebih menyukai hidup di dalam air dan yang satunya lebih banyak tinggal di darat. Isolasi habitat juga mempengaruhi parasit yang umumya terbatasi pada spesies inang tumbuhan atau hewan tertentu. Dua spesies parasit yang tinggal pada inang berbeda tidak akan mempunyai peluang untuk saling mengawini.
Isolasi perilaku. Senyawa khusus yang menarik pasangan kawin dan juga perilaku kompleks yang khas untuk spesies, mungkin merupakan sawar reproduktif yang paling penting bagi hewan-hewan yang sangat dekat hubungan kekerabatannya. Misalnya kunang-kunang jantan, dari berbagai spesies akan mengirimkan sinyal ke betina sejenisnya dengan cara memancarkan cahayanya dengan pola tertentu. Sedangkan kunang-kunang betina hanya akan memberikan respon ke sinyal yang menjadi ciri khas spesiesnya. Kunang-kunang betina ini memancarkan cahayanya kembali dan menarik kunang-kunang jantan. Bentuk lain isolasi perilaku adalah ritual bercumbu yang sangat khas pada spesies tertentu.
Isolasi temporal. Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun), gametnya tidak akan pernah bercampur. Misalnya, wilayah geografis hewan sigung berbintik (Spilogale gracilis) dari bagian barat bertumpang tindih dengan wilayah geografis hewan sigung berbintik (Spilogale putorius) dari bagian timur, tapi kedua spesies yang sangat mirip ini tidak saling mengawini, karena S. Gracilis kawin pada akhir musim panas, sedangkan S. Putorius kawin pada akhir musim dingin. Sedangkan contoh pada tumbuhan adalah pada tiga spesies anggrek Dendrobium yang hidup di hutan tropis basah yang sama, namun tidak berhibridisasi karena ketiga jenis tumbuhan itu berbunga pada hari yang berbeda. Penyerbukan pada masa spesies hanya terbatas pada satu hari saja karena bunga mekar pada pagi hari dan menjadi layu pada malam itu juga.
Isolasi Mekanis. Spesies yang berkerabat dekat mungkin akan mencoba untuk kawin, namun tidak berhasil melakukan perkawinan itu karena secara anatomis mereka berbeda. Contohnya, sawar mekanis turut menyebabkan isolasi reproduktif pada tumbuhan berbunga yang penyerbukannya dilakukan oleh serangga atau hewan lain. Anatomi bunga seringkali diadaptasikan dengan polinator atau penyerbuk tertentu yang memindahkan serbuk sari hanya di tumbuhan yang spesiesnya sama.
Isolasi gametik. Meskipun gamet-gamet dari spesies yang berbeda bertemu, gamet-gamet tersebut sangat jarang menyatu untuk membentuk sebuah zigot. Untuk hewan-hewan yang sel telurnya dibuahi di dalam saluran reproduksi betina (pembuahan internal), sperma suatu spesies mungkin tidak dapat bertahan hidup di dalam lingkunga saluran reproduksi betina berspesies lain. Bahkan ketika dua spesies yang berkerabat dekat sekalipun membebaskan gametnya pada saat yang bersaman di tempat yang sama pembuahan antar spesies biasanya tidak terjadi. Pengenalan gamet mungkin bisa didasarkan pada kehadiran molekul spesifik pada lapisan pelapis telur yang hanya menempel ke molekul yang komplementer pada sel sperma spesies yang sama. Suatu mekanisme pengenalan molekul yang sama akan memungkinkan bunga membedakan serbuk sari dari spesies yang sama dan serbuk sari dari spesies yang berbeda.
Sawar pascazigotik
Jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies yang lain maka sawar pascazigotik akan mencegah zigot hibrida itu untuk menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil. Sawar ini terdiri dari penurunan ketahanan hidup hibrida, penurunan fertilitas hibrida, dan perusakan hibrida.
Penurunan ketahanan hidup hibrida. Ketika sawar prazigotik ditembus dan zigot hibridanya terbentuk, ketidaksesuaian genetik di antara kedua spesies itu bisa menggugurkan perkembangan keturunan hibrida itu pada tahap perkembangan embrio. Di antara banyak spesies katak yang termasuk ke dalam genus Rana, beberapa diantaranya hidup di dalam habitat dan daerah yang sama, kadang-kadang bisa berhibridisasi. Akan tetapi, keturunan yang dihasilakan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan keturunan hibrida tersebut menjadi lemah.
Penurunan fertilitas hibrida. Meskipun dua spesies kawin dan menghasilkan keturunan yang bisa bertahan hidup, isolasi reproduksi masih tetap ada jika semua atau sebagian besar hibrida steril atau mandul. Karena hibrida yang tidak subur itu tidak bisa kawin kembali dengan salah satu spesies orang tuanya, maka gen-gen tidak akan bisa mengalir secara bebas antara spesies tersebut. Salah satu penyebab sawar ini adalah kegagalan meiosis untuk menghasilkan gamet normal dalam hibrida jika kromosom kedua spesies induknya berbeda dalam hal jumlah atau struktur. Suatu kasus yang terkenal mengenai hibrida yang steril adalah Mule yang merupakan hasil persilangan antara kuda dan keledai. Akan tetapi karena kuda dan keledai berbeda spesies maka Mule tidak dapat mengawini salah satu spesies induknya (steril).
Perusakan hibrida. Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakukan kawin silang, keturunan hibrida generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrida tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, generasi spesies berikutnya akan menjadi lemah atau mandul. Sebagai contoh spesies kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrida yang fertil, tetapi kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrida itu mati pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.
Ketika dua populasi beradaptasi ke lingkungan yang berbeda, mereka akan mengakumulasi perbedaan dalam kumpulan gen, perbedaan dalam frekuensi alel dan genotipe. Dalam rangkaian perbedaan adaptif gradual dua kumpulan gen, sawar reproduktif di antara dua populasi itu bisa berevolusi secara kebetulan sehingga membedakan populasi itu menjadi dua spesies. Suatu ide pokok dalam evolusi akibat divergensi adalah bahwa sawar reproduktif dapat muncul tanpa langsung didukung oleh alam. Artinya spesiasi tidak terjadi demi kebaikan organisme. Isolasi reproduktif umumnya merupakan hasil sekunder perubahan dua populasi ketika mereka beradaptasi ke lingkungan yang berbeda.
Banyaknya perubahan genetik yang diperlukan untuk spesiasi tidak dapat ditentukan. Sebagai contoh, dua spesies Drosophila hawaii, Drosophila silvestris, dan Drosophila heteroneura berbeda dalam alel pada suatu lokus gen yang menentukan bentuk kepala, suatu karakter penting dalam pengenalan pasangan kawin Drosophila ini. Akan tetapi, efek fenotipik alel yang berbeda pada lokus ini digandakan oleh paling tidak 10 lokus gen lain yang berinteraksi dalam sistem epistasis. Dengan demikian paling tidak lebih dari satu mutasi diperlukan untuk dapat membedakan kedua spesies Drosophila ini. Akan tetapi, jelas terlihat dari contoh seperti itu bahwa perubahan genetik secara besar-besaran yang melibatkan ratusan lokus bukan merupakan keharusan untuk terjadinya spesiasi.
Isolasi habitat. Dua spesies yang hidup di dalam habitat yang berbeda di wilayah yang sama bisa saja bertemu walaupun hanya sesekali ataupun tidak sama sekali bertemu meskipun spesies-spesies tersebut tidak bisa dikatakan sepenuhnya terisolasi secara geografis. Contohnya pada dua spesies ular garter dengan genus Thamnophis hidup di daerah yang sama, tetapi salah satunya lebih menyukai hidup di dalam air dan yang satunya lebih banyak tinggal di darat. Isolasi habitat juga mempengaruhi parasit yang umumya terbatasi pada spesies inang tumbuhan atau hewan tertentu. Dua spesies parasit yang tinggal pada inang berbeda tidak akan mempunyai peluang untuk saling mengawini.
Isolasi perilaku. Senyawa khusus yang menarik pasangan kawin dan juga perilaku kompleks yang khas untuk spesies, mungkin merupakan sawar reproduktif yang paling penting bagi hewan-hewan yang sangat dekat hubungan kekerabatannya. Misalnya kunang-kunang jantan, dari berbagai spesies akan mengirimkan sinyal ke betina sejenisnya dengan cara memancarkan cahayanya dengan pola tertentu. Sedangkan kunang-kunang betina hanya akan memberikan respon ke sinyal yang menjadi ciri khas spesiesnya. Kunang-kunang betina ini memancarkan cahayanya kembali dan menarik kunang-kunang jantan. Bentuk lain isolasi perilaku adalah ritual bercumbu yang sangat khas pada spesies tertentu.
Isolasi temporal. Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun), gametnya tidak akan pernah bercampur. Misalnya, wilayah geografis hewan sigung berbintik (Spilogale gracilis) dari bagian barat bertumpang tindih dengan wilayah geografis hewan sigung berbintik (Spilogale putorius) dari bagian timur, tapi kedua spesies yang sangat mirip ini tidak saling mengawini, karena S. Gracilis kawin pada akhir musim panas, sedangkan S. Putorius kawin pada akhir musim dingin. Sedangkan contoh pada tumbuhan adalah pada tiga spesies anggrek Dendrobium yang hidup di hutan tropis basah yang sama, namun tidak berhibridisasi karena ketiga jenis tumbuhan itu berbunga pada hari yang berbeda. Penyerbukan pada masa spesies hanya terbatas pada satu hari saja karena bunga mekar pada pagi hari dan menjadi layu pada malam itu juga.
Isolasi Mekanis. Spesies yang berkerabat dekat mungkin akan mencoba untuk kawin, namun tidak berhasil melakukan perkawinan itu karena secara anatomis mereka berbeda. Contohnya, sawar mekanis turut menyebabkan isolasi reproduktif pada tumbuhan berbunga yang penyerbukannya dilakukan oleh serangga atau hewan lain. Anatomi bunga seringkali diadaptasikan dengan polinator atau penyerbuk tertentu yang memindahkan serbuk sari hanya di tumbuhan yang spesiesnya sama.
Isolasi gametik. Meskipun gamet-gamet dari spesies yang berbeda bertemu, gamet-gamet tersebut sangat jarang menyatu untuk membentuk sebuah zigot. Untuk hewan-hewan yang sel telurnya dibuahi di dalam saluran reproduksi betina (pembuahan internal), sperma suatu spesies mungkin tidak dapat bertahan hidup di dalam lingkunga saluran reproduksi betina berspesies lain. Bahkan ketika dua spesies yang berkerabat dekat sekalipun membebaskan gametnya pada saat yang bersaman di tempat yang sama pembuahan antar spesies biasanya tidak terjadi. Pengenalan gamet mungkin bisa didasarkan pada kehadiran molekul spesifik pada lapisan pelapis telur yang hanya menempel ke molekul yang komplementer pada sel sperma spesies yang sama. Suatu mekanisme pengenalan molekul yang sama akan memungkinkan bunga membedakan serbuk sari dari spesies yang sama dan serbuk sari dari spesies yang berbeda.
Sawar pascazigotik
Jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies yang lain maka sawar pascazigotik akan mencegah zigot hibrida itu untuk menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil. Sawar ini terdiri dari penurunan ketahanan hidup hibrida, penurunan fertilitas hibrida, dan perusakan hibrida.
Penurunan ketahanan hidup hibrida. Ketika sawar prazigotik ditembus dan zigot hibridanya terbentuk, ketidaksesuaian genetik di antara kedua spesies itu bisa menggugurkan perkembangan keturunan hibrida itu pada tahap perkembangan embrio. Di antara banyak spesies katak yang termasuk ke dalam genus Rana, beberapa diantaranya hidup di dalam habitat dan daerah yang sama, kadang-kadang bisa berhibridisasi. Akan tetapi, keturunan yang dihasilakan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan keturunan hibrida tersebut menjadi lemah.
Penurunan fertilitas hibrida. Meskipun dua spesies kawin dan menghasilkan keturunan yang bisa bertahan hidup, isolasi reproduksi masih tetap ada jika semua atau sebagian besar hibrida steril atau mandul. Karena hibrida yang tidak subur itu tidak bisa kawin kembali dengan salah satu spesies orang tuanya, maka gen-gen tidak akan bisa mengalir secara bebas antara spesies tersebut. Salah satu penyebab sawar ini adalah kegagalan meiosis untuk menghasilkan gamet normal dalam hibrida jika kromosom kedua spesies induknya berbeda dalam hal jumlah atau struktur. Suatu kasus yang terkenal mengenai hibrida yang steril adalah Mule yang merupakan hasil persilangan antara kuda dan keledai. Akan tetapi karena kuda dan keledai berbeda spesies maka Mule tidak dapat mengawini salah satu spesies induknya (steril).
Perusakan hibrida. Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakukan kawin silang, keturunan hibrida generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrida tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, generasi spesies berikutnya akan menjadi lemah atau mandul. Sebagai contoh spesies kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrida yang fertil, tetapi kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrida itu mati pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.
Ketika dua populasi beradaptasi ke lingkungan yang berbeda, mereka akan mengakumulasi perbedaan dalam kumpulan gen, perbedaan dalam frekuensi alel dan genotipe. Dalam rangkaian perbedaan adaptif gradual dua kumpulan gen, sawar reproduktif di antara dua populasi itu bisa berevolusi secara kebetulan sehingga membedakan populasi itu menjadi dua spesies. Suatu ide pokok dalam evolusi akibat divergensi adalah bahwa sawar reproduktif dapat muncul tanpa langsung didukung oleh alam. Artinya spesiasi tidak terjadi demi kebaikan organisme. Isolasi reproduktif umumnya merupakan hasil sekunder perubahan dua populasi ketika mereka beradaptasi ke lingkungan yang berbeda.
Banyaknya perubahan genetik yang diperlukan untuk spesiasi tidak dapat ditentukan. Sebagai contoh, dua spesies Drosophila hawaii, Drosophila silvestris, dan Drosophila heteroneura berbeda dalam alel pada suatu lokus gen yang menentukan bentuk kepala, suatu karakter penting dalam pengenalan pasangan kawin Drosophila ini. Akan tetapi, efek fenotipik alel yang berbeda pada lokus ini digandakan oleh paling tidak 10 lokus gen lain yang berinteraksi dalam sistem epistasis. Dengan demikian paling tidak lebih dari satu mutasi diperlukan untuk dapat membedakan kedua spesies Drosophila ini. Akan tetapi, jelas terlihat dari contoh seperti itu bahwa perubahan genetik secara besar-besaran yang melibatkan ratusan lokus bukan merupakan keharusan untuk terjadinya spesiasi.
No comments:
Post a Comment