Monday, August 4, 2014

Sejarah Teori Evolusi

Evolusi. Sejarah Teori Evolusi

1. Masa Fiksis (Tokoh: Aristoteles, Plato, Leeuwenhoek, Cuvier, Linnaeus, Buffon, Hooke)
Sampai abad ke-18, para ahli beranggapan bahwa suatu organisme adalah ciptaan Tuhan. Semua kegiatan dalam tubuh organisme merupakan anugerah Tuhan yang sudah diturunkan berdasarkan kitab para Nabi, adanya cacat tubuh dianggap sebagai kutukan. Adanya kemiripan pada makhluk hidup dianggap sebagai suatu kebetulan. Teori ini dianggap sebagai teori yang tidak dapat diganggu gugat, misalnya matahari pada saat itu yang dianggap mengelilingi bumi sehingga bila ada orang yang berpendapat bahwa bumi yang berotasi mengelilingi matahari maka orang tersebut akan ditangkap karena dianggap menghujat Tuhan. Saat itu, Linnaeus mengemukakan pengelompokan hewan berdasarkan kesamaannya dan tumbuhan berdasarkn kesamaan alat reproduksi.

2. Masa Adaptasi dan Transformasi (Tokoh: Hutton, Malthus, Lamarck, Lyell)
Masa ini disadari bahwa manusia tidak sama persis dengan sesamanya, begitu juga pada tumbuhan maupun hewan lain. Lamarck mencoba menjelaskan bahwa perbedaan itu disebabkan kebiasaan dari individu masing-masing. Contohnya, manusia yang sering melakukan olahraga akan mempunyai tubuh yang besar dan akan diperkirakan akan mempunyai anak yang bertubuh besar juga. Latihan adalah proses adaptasi dan perubahan yang terjadi adalah proses transformasi.

3. Masa Seleksi Alam (Tokoh: C. Darwin, A.R. Wallace)
Muncul pemikiran dari Wallace mengenai hukum siapa yang kuat, dialah yang menang atau survival of the fittest yang dituangkan ke dalam suatu karya ilmiah. Teori ini mirip dengan teori Darwin sehingga oleh Royal Society of London diminta untuk menunggu Darwin membuat karya ilmiah mengenai teorinya dan dibacakan keduanya. Berdasarkan teori ini, suatu organisme beraneka ragam dan alam yang akan melakukan seleksi, individu yang kuat akan bertahan dan yang tidak kuat akan mati.

4. Masa Teori Genetika (Tokoh: Mendel, De Vries, Tschernov, W. Bateson, Weismann)
Mendel mengemukakan bahwa sifat tertentu diturunkan dengan ketelitian yang cukup akurat berdasarkan pengamatan penelitiannya selama menanam sayuran. Namun hasil penelitian beliau masih terlalu maju pada zamannya sehingga tersimpan begitu saja di perpustakaan.Baru 35 tahun kemudian hukum Mendel tersebut ditemukan kembali oleh Hugo de Vries dan Tschernov. Hukum Mendel tersebut merangsang peneliti untuk mendalami ilmu yang baru tersebut dan sebagai ilmu Genetika.

5. Masa Teori Sintetik (Tokoh: E. Mayr, P.J. Darlington, TH. Dobzhansky, Morgan, J. Huxley, G.G. Simpson)
Fenomena baru mengenai kerja gen banyak ditemukan oleh Morgan yang bekerja dengan lalat buah Drosophila melanogaster. Fenomena evolusi yang baru juga banyak ditemukan oleh Ernest Mayr dan P.J. Darlington yang mempelajari Taksonomi Sistematik dan Zoogeografi burung. Kaitan antara masing-masing ilmu mulai terlihat, bukan hanya Genetika dan Evolusi saja yang saling menunjang tetapi semua ilmu biologi dapat dipakai untuk menerangkan fenomena Evolusi. Theodozius Dobzhansky berjasa dalam merangkum berbagai fenomena Evolusi dari berbagai macam disiplin biologi. Semua hal tersebut menyebabkan teori Evolusi masuk dalam masa baru yang dikenal dengan teori Sintetik Evolusi.

6. Masa Evolusi Modern (Tokoh: R.A. Fischer, S. Wright, F. Haldane, M. Nei, M. Kimura, T. Ota)
Teori evolusi mengalami kemajuan yang pesat sejak perkembangan komputer dan penemuan struktur DNA karena dengan analisis DNA, hal yang dulu dianggap mustahil sekarang dapat dilaksanakan walaupun masih secara teoritis. Komputer memegang peranan yang penting untuk kemajuan teori evolusi karena memudahkan dalam pengolahan data.





Thursday, July 18, 2013

Respon dan Adaptasi Hewan


Ekologi Hewan-Respon dan Adaptasi Hewan 

1. Konsep Adaptasi
Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku. Respon hewan tersebut ada yang bersifat reaktif dan ada yang bersifat terpola, artinya berasala dari nenek moyangnya.

Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi lingkungan nenek moyangnya.

2. Mekanisme Adaptasi
Sifat yang dimiliki oleh suatu populasi yang ada sekarang merupakan sifat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain populasi yang ada sekarang merupakan populasi yang lolos dari seleksi alam sebagaimana yang dinyatakan oleh Darwin.

Di alam organisme terkumpul dalam kelompok-kelompok populasi yang diantara anggotanya terjadi hubungan kawin. Setiap kelompok disebut Deme. Kelompok besar yang terbentuk dari banyak deme disebut jenis organisme. Deme-deme tersebut ada yang menempati daerah-daerah geografis yang berbeda, misalnya Kanguru yang hidup hanya di Australia dan di Irian. Daerah-daerah geografis tersebut merupakan lingkungan hidup yang sempit dan bersifat khas dibanding dengan daerah penyebaran jenis organismenya. Deme yang menempati daerah geoegrafis khusus itu bisa mempunyai sifat genetik yang berbeda dengan deme yang menempati daerah lain, jika di antara deme-deme itu terjadi isolasi geografis sehingga antar deme tidak dapat terjadi pertukaran informasi genetik. Kelompok yang terisolasi itu disebut klin (Cline) yang merupakan sub jenis organisme atau sub populasi.

Perbedaan sifat genetik dari suatu klin dengan klin lainterbentuk dari perbedaan perubahan lingkungan dalam suatu rentangan tertentu, yang disebut gradien ekologik. Variasi sifat individu pada landaian ekologis yang berbeda disebut ekotip. Perbedaan sifat itu dalam hal bentuk, warna dan lain-lain. Contohnya adalah kupu-kupu Biston bitularia yang hidup di hutan jauh dari industri berwarna abu-abu keputihan sesuai dengan warna batang pohon substratnya, tetapi kupu-kupu yang sama hisup di daerah industri di Inggris berwarna gelap karena tertutup oleh asap dan jelaga pabrik.

3. Prinsip-prinsip Adaptasi
Bagi hewan dan organisme lain sifat adptif sangat penting untuk bertahan hidup pada lingkungan baru atau jika ada perubahan lingkungan habitatnya. Kemampuan hewan dalam beradaptasi dengan lingkungannya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh:
1. Sifat genetik
2. Kemampuan berkembang biak
3. Frekwensi perubahan lingkungan

Kemampuan hewan untuk beradaptasi terbatas oleh:
1. Ketahanan hidup (survival)
2. Perbedaan kemampuan setiap jenis organisme
3. tumpang tindih dengan kondisi sebelumnya sehingga adaptasi merupakan proses yang lambat
4. Melibatkan seluruh kegiatan hidup.
5. Bentuk-bentuk Adaptasi

Sifat-sifat adaptif yang dimiliki hewan adalah:
1. Adaptasi Struktural
Adaptasi struktural adalah sifat adaptasi yang muncul dalam wujud sifat-sifat morfologi tubuh, meliputi bentuk dan susunan alat-alat tubuh, ukuran tubuh, serta warna tubuh (kulit dan bulu).

2. Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang menyangkut kesesuaian proses-proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang ada di habitatnya. Diantaranya ada yang berhubungan dengan adaptasi struktural, terutama pada bagian dalam tubuh. Misalnya pada proses respirasi, pencernan makanan dan lain-lain yang menggambarkan adanya adaptasi terstruktur.

3. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut biasanya muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi rangsangan yang mengenai dirinya. Baik rangsangan dari luar maupun dari dalam lingkungan tubuhnya.

Adaptasi tingkah laku tersebut adalah; Hibernasi, Aestivasi, Diurnal dan Nocturnal, Orientasi terhadap lingkungan, Ototomi, Adaptasi Mutual, Tingkah laku sosial, tingkah laku perkembangbiakan, berkelahi, refleks, insting dan tingkah laku belajar.

Hewan dan Lingkungannya

Ekologi Hewan-Hewan dan Lingkungannya

1. Lingkungan bagi Hewan Sebagai Kondisi dan Sumberdaya.
Lingkungan hewan adalah semua faktor biotic dan abiotik yang ada di sekitarnya dan dapat mempengaruhinya. Hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi dan sumberdaya serta terhindar dari faktor-faktor yang membahayakan.

Begon (1996), membedakan faktor lingkungan bagi hewan ada 2 kategori, yaitu; Kondisi dan Sumberdaya. Kondisi adalah faktor-faktor lingkungan abiotik yang keadaannya berbeda dan berubah sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu.

Hewan bereaksi terhadap kondisi lingkungan, yang berupa perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan tingkah laku. Kondisi lingkungan antara lain berupa.; temperature, kelembaban, Ph, salinitas, arus air, angina, tekanan, zat-zat organic dan anorganik.

Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang dapat dibedakan atas materi, energi dan ruang. Sumberdaya digunakan untuk menunjukkan suatu faktor abiotik maupun biotikyang diperlukan oleh hewan, karena tersedianya di lingkungan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan. Setiap hewan akan bervariasi menurut ruang (tempat) dan waktu. Oleh karena itu setiap hewan senantiasa berusaha untuk selalu dapat beradaptasi terhadap setiap perubahan lingkungan tersebut. Dalam penyesuaian diri tersebut hanya hewan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dapat bertahan hidup, sementtara yang tidak mampu beradaptasi akan mati atau beremigrasi bahkan akan punah.

Perubahan lingkungan terhadap waktu, secara garis besarnya terdiri atas 3, yaitu;
a. Perubahan Siklik, perubahan yang terjadinya berulang-ulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan surut, kemarau dan penghujan, dll. Perubahan siklik dapat berskala harian, bulanan, musiman, tahunan.
b. Perubahan Terarah, suatu perubahan yang terjadi berangsur-angsur, terus menerus dan progresif dan menuju ke suatu arah tertentu. Prosesnya bisa lama. Contohnya mendangkalnya danau Limboto di Gorontalo.
c. Perubahan Eratik, suatu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan arah perubahannya. Contohnya; pengendapan Lumpur Lapindo di Jawa Timur (Ponorogo), kebakaran hutan, letusan gunung berapi dan lain-lain.

2. Hewan dan Lingkungan Biotik
Setiap organisme di muka bumi menempati habitatnya masing-masing. Dalam suatu habitat terdapat lebih dari satu jenis organisme dan semuanya berada dalam satu komunitas. Komunitas menyatu dengan lingkungan abiotik dan membentuk suatu ekosistem. Dalam ekosistem hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic , yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi dan antar komunitas. Interaksi tersebut merupakan fungsi ekologis dari suatu ekosistem.

Interaksi antara individu dapat terjadi antar individu dalam suatu populasi atau berbeda populasi. Misalnya interaksi ayam jantan dengan pejantan lainnya untuk memperebutkan territorial, antarseekor kucing dengan tikus. Interaksi populasi terjadi antar kelompok hewan dari suatu jenis organisme dengan kelompok lain yang berbeda jenis organisme. Misalnya sekelompok harimau berburu sekelompok rusa di padang rumput. Interaksi antar komunitas terjadi antar kelompok-kelompo singa, kerbau, bison dan banteng di satu pihak dengan rumput dan semak-semak di pihak lain ketika hewan itu merumput di padang rumput. Hubungan antar hewan dengan lingkungan biotiknya terjadi antar organisme yang hidup terpisah dengan organisme yang hidup bersama.

Faktor-faktor biotic yang mempengaruhi kehidupan hewan adalah sebagai berikut:

Komunitas dan Ekosistem
Komunitas (biocenose) adalah beberapa jenis organisme yang merupakan bagian dari jenis ekologis tertentu yang disebut ekosistem unit ekologis, yaitu suatu satuan lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat bermacam-macam makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) dan antar sesamanya dan lingkungan di sekitarnya (abiotik) membntuk hubungan timbale balik yang salingmempengaruhi.

Ekosistem
Ekosistem adalah suatu unit lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat hubungan yangfungsional antar sesame makhluk hidup dan antar makhluk hidup dengan komponen lingkungan abiotik. Hubungan fungsional dalam ekosistem adalah proses-proses yang melibatkan seluruh komponen biotic dan abiotik untukm mengelola sumberdaya yang masuk dalam ekosistem. Sumberdaya tersebut adalah sesuatu yang digunakan oleh o0rganisme untuk kehidupannya, yaitu energi, cahaya dan unsure-unsur nutrisi.

Interaksi antar komponen di dalam ekosistem menentukan pertumbuhan populasi setiap organisme dan berpengaruh terhadap perubahan serta perkembangan struktur komunitas biotic.

Produsen
Produsen terdiri dari organisme autotrof, yaitu organisme yang dapat menyusun bahan organic dari bahan organic sebagai bahan makanannya. Penyusunan bahan organic itu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk aktivitas metabolisme dan aktivitas hidup lainnya. Organisme autotrof adalah; sebagian besar adalah organisme berklorofil, yang sebagian besar terdiri dari tumbuhan hijau dan sebagian kecil berupa bakteri.

Konsumen
Konsumen adalh komponen biotic yang terdiri dari organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak dapat memanfaatkan energi secara langsung untuk memenhuhi kebutuhan energinya. Organisme heterotrof sebagai organisme yang tidak dapat menyusun bahan organic dari bahan anorganik. Energi kimia dan bahan organic yang diperlukan dipenuhi dengan cara mengkonsumsi energi kimia dan bahan organic yang diproduksi oleh tumbuhan hijau (produsen).

Organisme yang tergolong konsumen adalah; Herbivore, yaitu memakan tumbuhan. Misalnya sapi, kuda, kambing, kerbau, kupu-kupu, belalang dan siput. Karnivor, adalah hewan pemakan hewan lain baik herbivore maupn sesame karnivor. Karnivor pada umumnya adalah hewan buas (harimau, singa, ular), dan hewan pemakan bangkai (komodo, burung hantu, dll). Predator juga termasuk sebagai karnivor. Omnivor, adalah hewan pemakan segalanya baik tumbuhan maupun hewan yang sudah mati, misalnya kucing, ayam, musang , tikus dan lain-lain. Detritivor, adalah organisme yang berperan sebagai pengurai (mikroorganisme) seperti bakteri.

Predator
Predator adalah hewan yang makan hewan lain dengan cara berburu dan membunuh. Hewan yang dimangsanya adalah hewan yang masih hidup. Contohnya adalah kucing makan tikus, capung makan serangga.

Parasit
Parasit, adalah hewan yang hidup pada hewan lain. Hidupnya sangat mempengaruhi inangnya karena semua zat makanan dari inang diserapnya untuk memenuhi kebutuhannya. Parasit berupa hewan kecil dan organisme kecil yanmg termasuk jamur dan bakteri pathogen.

Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang pada fase dewasanya hidup bebas, tetapi pada fase larva berkembang di dalam tubuh (telur, larva dan pupa) serangga lain yang merupakan inangnya. Serangga parasitoid pada umumnya termasuk pada ordo Hymenoptera dan Diptera. Hewan dewasa parasitoid meletakkan telurnya di dekat atau pada tubuh serangga lain (telur, larva dan pupa). Ketika telur parasitoid yang diletakkan pada tubuh inangnya menetas, selam fase larva itu belum dewasa akan hidup terus dalam tubuh inang. Larva tersebut akan makan sebagian atau seluruh tubuh dari inang sehingga menyebakan kematian bagi inangnya.

Pengurai
Pengurai, adalah organisme yang berperan sebagai pengurai. Cara mengkonsumsi makanan tidak dapat menelan dan mencerna makanan di dalam sel tubuhnya, melainkan harus mengeluarkan enzim pencerna keluar sel untuk dapat menguraikan makanannya yang berupa organic mati menjadi zat-zat yang molekulnya kecil sehingga dapat diserap oleh sel.

Mikrobivor
Mikrobivor adalah hewan-hewan kecil yang makan mikroflora (bakteri dan fungi). Hewan ini berupa protozoa dan nematoda.

Detritivor
Detritivor adalah hewan yang makan detritus, yaitu bahan-bahan organic mati yang berasal dari tubuh tumbuhan dan hewan. Hewan yang tergolong detritus antara lain; rayap, anjing tanah dan cacing tanah.

Intraspesifik dan interspesifik
Hubungan timbal balik antara dua individu dalam suatu jenis organisme (intraspsifik) dan hubungan antara dua individu yang berbeda jenis (interspesifik). Hubungan-hubungan ini meliputi:

Kompetisi
Kompetisi adalah hubungan antara dua individu untuk memperebutkan satu macam sumberdaya, sehingga hubungan itu bersifat merugikan bagi salah satu pihak. Sumberdaya berupa; makanan, energi dan tempat tinggal. Persaingan ini terjadi pada saat populasi meledak sehingga hewan akan berdesak-desakan di suatu tempat tertentu. Dalam kondisi demikian biasanya hewan yang kuat akan mengusir yang lemah dan akan menguasai tempat itu sedangkan yang lemah akan beremigrasi atau mati bahkan punah.

Simbiosis
Hubungan interspesifik ada yang berifat simbiosis ada yang non simbiosis. Hubungan simbiosis adalah hubungan antara dua individu dari dua jenis organisme yang keduanya selalu bersama-sama. Contoh dari simbiosis adalah Flagellata yang hidup dalam usus rayap. Flagellata itu mencerna selulosa kayu yang dimakan rayap. Dengan demikian rayap dapat menyerap karbohidrat yang berasal dari selulosa itu. Hubungan nonsimbiosis adalah hubungan antara dua individu yang hidup secara terpisah, dan hubungan terjadi jika keduanya bertematau berdekatan. Contohnya adalah kupu-kupu dengan tanaman bunga. Bunga akan terbantu dalam penyerbukan yang disebabkan terbawanya serbuk sari bunga oleh kaki kupu-kupu dengan tidak sengaja ke bunga yang lain pada saat kupu-kupu mengisap nectar dari bunga tersebut. Simbiosis sebagai hidup bersama antara dua individu dari dua jenis organisme, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Pemisahan Kegiatan Hidup
Peristiwa ini adalah hubungan kompetitif antara satu hewan dengan hewan yang lain dapat berkembang menjadi kegiatan pemisahan hidup (partition). Dalam hubungan ini hewan-hewan yang hidup di suatu habitat mengadakan spesialisasi dalam hal jenis makanan atau dalam metode dan tempat memperoleh makanannya. Misalnya burung Flaminggo mempunyai kaki dan leher yang panjang yang berfungsi dalam hal pengambilan makanannya berupa organisme kecil dan di tempat berlumpur sehingga burung tersebut mudah meraihnya.

Kanibalisme
Kanibalisme adalah sifat suatu hewan untuk menyakiti dan membunuh bahkan memakannya terhadap individu lain yang masih sejenis. Contoh belalang sembah betina membunuh belalang jantan setelah melakukan perkawinan, ayam dalam satu kandang yang berdesak-desakan sehingga ruangan dan makananya terbatas menyebabkan persaingan yang hebat.

Amensalisme
Hubungan antara dua jenis organisme yang satu menghambat atau merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak berpengaruh apa-apa dari organisme yang dihambat atau dirugikan.

Komansalisme
Hubungan antara dua jenis organisme yang satu memberi kondisi yang menguntungkan bagi yang lain sedangkan dirinya tidak terpengaruh oleh kehadiran organisme yang lain itu.

Mutualisme
Hubungan antara dua jenis organisme atau individu yang saling menguntungkan tanpa ada yang dirugikan.

3. Hewan dan Lingkungan Abiotik
Hewan adalah organisme yang bersifat motil, yaitu dapat bergerak dan berpndah tempat. Gerakannya disebabkan oleh rangsangan tertentu yang berasal dari lingkungannya. Faktor-faktor yang merangsang hewan untuk bergerak adalah makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban,dan lain-lain.

Faktor lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan hewan dibedakan atas kondisi dan sumberdaya. Sumberdaya terdiri atas:

Materi adalah bahan-bahan atau zat yang diperlukan oleh organisme untuk membangun tubuh. Materi terdiri atas; zat-zat anorganik (air, garam-garam mineral) dan zat-zat organic (tubuh organisme lain atau sisa-sisa tubuh organisme yang sudah mati).

Energi adalah daya yang diperlukan oleh organisme untuk melakukan aktivitas hidup. Ruang adalah tempat yang digunakan organisme untuk menjalankan siklus hidupnya.

Hewan dan organisme lain mempunyai hubungan yang saling ketergantungan dengan lingkungannya, sehingga timbullah hubungan timbal balik antara keduanya. Hubungan timbal balik tersebut meliputi; Aksi, Reaksi dan Koasi. Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor-faktor Medium dan Substrat.

Medium adalah bahan yang secara langsung melingkupi organisme dan organisme tersebut berinteraksi dengan medium, seperti; Ikan menerima zat-zat mineral dari air, sebaliknya air menerima kotoran ikan dalam air. Bagi beberapa jenis hewan, medium merupakan habitatnya.

Beberapa fungsi medium bagi hewan;
1. Tempat tinggal misalnya; ikan hidup di air, cacing hidup di dalam tanah
2. Sumber materi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh, misalnya; hewan darat memperolh Oksigen dari udara.
3. Tempat membuang sisa metabolisme, seperti Karbondioksida dan feces.
4. Tempat berepeoduksi, misalnya, katak pergi ke air untuk kawin dan bertelur.
5. Menyebarkan keturunan, misalnya; Larva ketam air tawar (Megalopa), menyebar di perairan sungai setelah berimigrasi dari laut ke arah hulu sungai.

Setiap medium berbeda komposisi merambatkan panas, sifat perubahnya sebagai akibat perubahan suhu, tegangan permukaan kekentalan, massa jenis dan tekanan.

Substrat adalah permukaan tempat organisme hidup, terutama untuk menetap atau bergerak, atau benda-benda padat tempat organisme menjalankan seluruh atau sebagian hidupnya. Setiap organisme memerlukan medium, tetapi tidak semua mempunyai substrat. Hewan air yang bersifat pelagic (berenang) tidak mempunyai substrat. Medium juga tidak berubah sebagai akibat adanya aktifitas organisme. Substrat mengalami modifikasi oleh aktivitas organisme, misalnya tanah padang rumput yang gembur menjadi padat jika digunakan untuk gembala kambing atau kerbau terus menerus. Substrat sebagai tempat berpijak, membangun rumah atau kandang dan tempat makanan. Beberapa hewan menggunakan substrat sebagai tempat berlindung, karena warna substrat sama dengan warna tubuhnya, misalnya; bunglon dan belalang kayu.

Beberapa faktor fisik yang berpengaruh pada kehidupan hewan adalah

Tanah
Tanah merupakan substrat bagi tumbuhan untuk tumbuh, merupakan medium untuk pertumbuhan akar dan untuk menyerap air dan unsure-unsur hara makanan. Bagi hewan tanah adalah substrat sebagai tempat berpijak dan tempat tinggal, kecuali hewan yang hidup di dalam tanah. Kondisi tanah yang berpengaruh terhadap hewan tersebut adalah kekerasannya.

Faktor dalam tanah yang mempengaruhi kehidupan hewan tanah antara lain kandungan air (drainase), kandungan udara (aerase), suhu, kelembaban serta sisa-sisa tubuh tumbuhan yang telah lapuk. Jika tanah banyak mengandung air maka oksigen di dalam tanah akan berkurang dan karbondioksidanya akan meningkat. Air juga menyebabkan tanah menjadi cepat asam, karena eir mempercepat pembusukan. Kurangnya oksigen menyebabkan gangguan pernapasan , dan zat-zat yang bersifat asam dapat meracuni hewan. Tanah yang terlalu kering menyebabkan hewan dalam tanah tidak dapat mengekstrak air secara normal. Kandungan karbondioksida dalam tanah lebih banyak daripada di atmosfir. Jika tanah banyak mengandung rongga pertukaran udara antar tanah dengan atmosfir menjadi lancar, karbondioksida dapat keluar sementara oksigen masuk.Rongga-rongga tanah dapat diperbanyak jika dalam tanah tersebut banyak hewan penggali tanahseperti cacing tanah dan anjing tanah.

Air
Air sangat menentukan kondisi lingkungan fisik dan biologis hewan. Perwujudan air dapat berpengaruh terahadap hewan. Misalnya jika air dalam tubuh hewan akan berubah menjadi dingin atau membeku karena penurunan suhu lingkungan, menyebabkan sel dan jaringan tubuh akan rusak dan metabolosme tidak akan bejalan noremal, sebaliknya penguapan air yangb berlebihan dari dalam tubuh hewan menyebabkan tubuh kekeurangan air.Hewan dapat dibedakan atas 3 kelompok ditinjau dari pengaruh air, yaitu; Hidrosol ( Hydrosoles) atau hewan air, Mesosol (Mesocoles), hewan yang hidup di tempat yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering dan Xeroso ( Xerosole), hewan yang hidup di tempat yang kering karena tingginya penguapan.

Penyebaran dan kepadatan hewan air di lingkungan air ditentukan oleh kemampuannya mempertahankan osmotic dalam tubuhnya dan berhubungan dengan kemampuannya untuk bertoleransi dengan salinitas air.

Temperatur
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapt menembus dan menyebar ke berbagai tempat. Temperatur dapat berpengaruh terhadap hewan dalam proses reproduksi, metabolisme serta aktivitas hidup lainnya. Suhu optimum adalah batas suhu yang dapat ditolerir oleh hewan, lewat atau kurang dari suhu tersebut menyebabkan hewan terganggu bahkan menuju kematian karena tidk tahan terhadap suhu.

Cahaya
Cahaya dapat mempengaruhi hewan, misalnya warna tubuh, gerakan hewan dan tingkah laku.

Gravitasi
Pengaruh gravitasi dirasakan oleh hewan jika hewan sedang berpijak pada substrat yang horizontal.Hewan yang berdiri di suatu bidang yang miring atau tegak, berenang di air dan terbang di udara merasakan adanya pengaruh gravitasi bumi. Gravitasi juga berpengaruh pada perbedaan tekanan air dan udara.

Gelombang Arus dan Angin
Kehidupan hewan juga dipengaruhi oleh arus dan angina. Hewan yang hidup di lingkungan air mengalir menghadapi resiko hanyut karena adanya aliran dan arus air. Demikian dengan hewan yang hidup di darat dan udara menghadapi arus angina. Namun demikian arus air dan angina yang normal sangat berpengaruh positif terhadap hewann, karena air dan angina dapat membantu sebagian aktivitas hewan.

pH
Pengaruh pH terhadap organisme terjadi melalui 3 cara, yaitu; 1) secara langsung, mengganggu osmoregulasi, kerja enzim dan pertukaran gas di respirasi, 2) tidak langsung, mengurangi kualitas makanan yang tersedia bagi organisme, 3) meningkatkan konsentarasi racun logam berat terutama ion AI.

Di lingkungan daratan dan perairan, pH menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan penyebaran organisme. Toleransi hewan yang hidup di lingkungan air umumnya pHnya bervartiasi.

Salinitas
Salinitas adalah kondisi lingkungan yang menyangkut konsentrasi garam di lingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Di lingkungan perairan tawar, air cenderung meresap ke dalam tubuh hewan karena salinitasi air lebih renadah daripada cairan tubuh. Hewan yang bhidup di phabitat laut umumnya bersifat isotonic terhadap salinitas air laut sehingga tidak ada peresapan air ke dalam tubuh hewan.

4. Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas serta Terapannya
Setiap organisme harus mampu beradaptasi untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan abiotik. Hewan tidak mungkin hidup pada kisaran faktor abiotik yang seluas-luasnya. Pada prinsipnya masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua semua faktor lingkungan.

Hukum Toleransi Shelford
“ Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungan”

Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran tolrensinya, maka organisme tersebut akan mengalami cekaman (stress). Fisiologis. Organisme berada dalam kondisi kritis. Contohnya, hewan yang didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi kritis Hipotermia dan pada suhu ekstirm tinggi akan mengakibatkan gejala Hipertemia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang demikian tidak segera berubah maka hewan akan mati.

Dalam menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan tidaklah mudah. Setiap organisme terdedah sekaligus pada sejumlah faktor lingkungan, oleh adanya suatu interaksi faktor maka suatu faktor lingkungan dapat mengubah efek faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu individu hewan akan merusak efek suhu tinggi yang lebih kerasapabila kelembaban udara yang relative rendah. Dengan demikian hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering disbanding dengan pada kondisi udara yang lembab.

Dalam laboratorium juga sangat sulit untuk menentukan batas-batas kisaran toleransi hewan terhadap sesuatu faktor lingkungan. Penyebabnya ialah sulit untuk menentukan secara tepat kapan hewan tersebut akan mati. Cara yang biasa dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual batas-batas kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya kematian pada 50% dari jumlah individu setelah dideadahkan pada suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang waktu tertentu. Untuk kondisi suhu, misalnya ditentukan LT50 – 24 jam atau LT50 – 48 jam (LT= Lethal Temperatur). Untuk konsentrasi suatu zat dalam lingkungan biasanya ditentukan dengan LC 50 – X jam ( LC= Lethal Concentration; X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk sesuatu dosis ditentukan LD50 – X Jam.

Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berbagai jenis hewan berbeda-beda. Ada hewan yang kisarannya lebar (euri) dan ada hewan yang sempit (steno). Kisaran toleransi ditentukan secara herediter, namun demikian dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di lab).

Aklimatisasi adalah usaha manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Aklimasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi suatu faktor lingkungan tertentu dalam laboratorium.

Konsep kisaran toleransi, faktor pembatas maupun preferendum diterapkan di bidang-bidang pertanian, peternakan, kesehatan, konservasi dan lain-lain. Hal ini dilakukan dengan harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi dapat maksimum dan untuk kondisi hewan yang merugikan kondisi lingkungan biasanya dibuat yang sebaliknya.

Setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang bervariasi, maka kehadiran di suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi dari faktor lingkungan di tempat tersebut. Kehadiran dan kinerja populasi hewan di suatu tempat menggambarkan tentang kondisi faktor-faktor lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena itu ada istilah spesies indicator ekologi, baik kajian ekologi hewan maupun ekologi tumbuhan. Species indikatoe ekologi adalah suatu species organisme yang kehadirannya ataupun kelimpahannya dapat memberi petunjuk mengenai bagaimana kondisi faktor-faktor fisiko – kimia di suatu tempat.

Beberapa species hewan sebagai spcies indicator antara lain adalah Capitella capitata (Polychaeta) sebagai indicator untuk pencemaran bahan organic. Cacing Tubifex (Olygochaeta) dan lain-lain.

Kriteria-kriteria spesies indikator adalah;
a. aran toleransinya sempit untuk satu atau beberapa faktor lingkungan
b. Ukuran tubuh cukup besar sehingga mudah dideteksi
c. Kelimpahannya tinggi sehingga mudah didapatkan dan mudah dijadikan sample.
d. Mudah diidentifikasi
e. Distribusnya kosmopolit
f. Mudah mengakumulasi zat-zat polutan
g. Mudah dipelihara di laboratorium
h. Mempunyai keragaman jenis atau genetic dan relung yang sempit

5. Komunitas
Komunitas disebut juga Biocenuse, adalah beberapa jenis organisme yang merupakan bagian dari suatu jenis ekologis tertentu yang disebut ekosistem unit. Ekologis yang dimaksud adalah suatu satuan lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat bermacam0macam makhluk hidup (tumbuhan dan hewan). Antar sesamanya dan lingkungan sekitarnya membentuk hubungan timbale balik yang saling mempengaruhi. Komunitas berupa hewan yang terdiri dari berbagai macam hewan, komunitas tumbuhan dalam satu ekosistem atau seluruh hewan dan tumbuhan yang disebut komunitas biotic.

Komunitas suatu ekosistem tertentu mempunyai ciri-ciri tertentu. Salah satu karakternya adalah keragaman jenis organisme penyusunnya. Keragaman komunitas biasanya ditentukan dengan menghitung indeks keragaman.

Ekologi Hewan

Ekologi Hewan

1. Ekologi dan Konsep Ekologi Hewan
Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos = rumah , Logos = ilmu. Beberapa ahli ekologi mendefinisikan Ekologi sebagai berikut:
a. Odum (1963), Ekologi diartikan sebagai totalitas atau pola hubungan antara makhluk dengan lingkungannya.
b. Kendeigh (1980), Ekologi sebagai kajian tentang hewan dan tumbuhan dalam hubungannya antara satu makhluk dengan makhluk hidup yang lain dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
c. Krebs (1972), Ekologi, merupakan ilmu yang mempelajari interaksi-interaksi yang menentukan sebaran/agihan (distribusi) dan kelimpahan organisme-organisme.

Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.

Hal-hal yang dihadapi dalam ekologi sebagai suatu ilmu adalah organisme, kehadirannya dan tingkat kelimpahannya di suatu tempat serta faktor-faktor dan proses-proses penyebabnya. Dengan demikian, definisi-definisi tersebut jika dihubungkan dengan ekologi hewan dapat disimpulkan bahwa Ekologi Hewan adalah suatu cabang biologi yang khusus mempelajari interaksi-interaksi antara hewan dengan lingkungan biotic dan abiotik secara langsung maupun tidak langsung meliputi sebaran (distribusi) maupun tingkat kelimpahan hewan tersebut.

2. Sasaran dan Ruang Lingkup Ekologi Hewan
Sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistem-ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaannya. Berbagai faktor dan proses ini merupakan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun permodelan, peramalan dan penerapannya bagi kepentingan manusia, seperti; habitat, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, perilaku (behavior) dan lain-lain.

Setelah mempelajari dan memahami hal-hal tersebut, maka pengetahuan ini dapat kita manfaatkan untuk misalnya, memprediksi kelimpahannya dan menganalisis keadaannya serta peranannya dalam ekosistem, menjaga kelestariannya serta kegiatan lainnya yang menyangkut keberadaan hewan tersebut. Sebagai contoh, kita mempelajari salah satu jenis hewan mulai dari habitatnya di alam, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, prilakunya, dan lain-lain. Setelah semua dipahami dengan pengamatan dan penelitian yang cermat dan teliti, maka pengetahuan itu dapat kita manfaatkan misalnya dalam menjaga kelestariannya di alam dengan menjaga keutuhan lingkungan, habitat alaminya,memprediksi kelimpahan populasinya kelak, menganalisis perannya dalam ekosistem, membudidayakannya serta kegiatan lainnya dengan mengoptimalkan kondisi lingkungannya menyerupai habitat aslinya.

Adapun ruang lingkup ekologi hewan dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu; Synekologidan Autekologi. Synekologi adalah materi bahasan dalam kajian atau penelitiannya ialah komunitas dengan berbagai interaksi antar populasi yang terjadi dalam komunitas tersebut. Contohnya; mempelajari atau meneliti tentang distribusi dan kelimpahan jenis ikan tertentu di daerah pasang surut. Autekologi adalah kajian atau penelitian tentang species, yaitu mengenai aspek-aspek ekologi dari individu-individu atau populasi suatu species hewan. Contohnya adalah meneliti atau mempelajari tentang seluk beluk kehidupan lalat buah (Drosophila sp.), mulai dari habitat, makanan, fekunditas, reproduksi, perilaku, respond an lain-lain.

Menurut Ibkar-Kramadibrata (1992) dan Sucipta (1993), secara garis besar pokok bahasan dalam ekologi hewan mencakup hal berikut ini;
a. Masalah distribusi dan kelimpahan populasi hewan secara local dan regional, mulai tingkat relung ekologi, microhabitat dan habitat, komunitas sampai biogeografi atau penyebaran hewan di muka bumi.
b. Masalah pengaturan fisiologis, respon serta adaptasi structural maupun perilaku terhadap perubahan lingkungan.
c. Perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya.
d. Perubahan-perubahan secara berkala (harian, musiman, tahunan dsb) dari kehadiran, aktivitas dan kelimpahan populasi hewan.
e. Dinamika pop[ulasi dan komunitas serta pola interaksi-interaksi hewan dalam populasi dan komunitas.
f. Pemisahan-pemisahan relung ekologi, species dan ekologi evolusioner.
g. Masalah produktivitas sekunder dan ekoenergetika.
h. Ekologi sistem dan permodelan.

Dengan demikian ruang lingkup Ekologi Hewan meliputi obyek kajian individu/organisme, populasi, komunitas sampai ekosistem tentang distribusi dan kelimpahan, adaptasi dan perilaku, habitat dan relung, produktivitas sekunder, sistem dan permodelan ekologi.

3. Peranan Ekologi Bagi Manusia
Manusia adalah organisme heterotrof di bumi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju menyebabkan manusia mengeksplorasi, mengolah dan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dengan mudah mengubah kondisi lingkungannya sesuai keinginannya. Dengan keberhasilannya ini dengan mudah menyebabkan laju peningkatan populasi manusia yang relative tinggi (2%) pertahun.

Makin meningkatnya pemanfaatan sumberdaya yang diperlukan manusia telah menyebabkan makin menciutnya luas lingkungan alami dan makin bertambahnya lingkungan buatan. Akibat kegiatan manusia tersebut adalah pencemaran lingkungan oleh limbah buangan industri, kelangkan dan kepunahan species berbagaim organisme, terjadinya perubahan pola cuaca maupun iklim, semakin lebarnya lubang ozon, timbulnya berbagai jenis penyakit yang berbahaya dan lain-lain. Manusia kini dihadapkan pada 2 tantangan, yaitu; 1) menjaga kelestarian ketersediaan sumberdaya, 2) memelihara kondisi lingkungannya.

Menghadapi kedua tantangan tersebut, ekologi sangat berperan, misalnya penelitian-penelitian yang menghasilkan pemahaman mengenai berbagai aspek ekologi dari suatu populasi, komunitas ataupun ekosistem sehingga faktor-faktor penting dapat diketahui dengan tepat serta menghasilkan peramalan yang lebih akkurat. Hal ini dapat mendukung upaya-upaya yang akan dilakukan manusia, karena adanya acuan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan maupun kerusakan yang dapat merugikan kondisi lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan sumberdaya agar lestari dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan.

Ekologi hewan bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah-masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta pengolahan dan konservasi satwa liar. Kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas telah banyak diterapkan dalam bidang-bidang tersebut. Konsep-konsep tersebut juga telah melandasi penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai species hewan tertentu sebagai indicator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan, hubungan predator mangsa dan parasitoid – inang, vector penyebar penyakit, pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun exsitu ( pemeliharaan di lingkungan buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi.

4. Permodelan dan Pendekatan dalam Ekologi
Permodelan ekologi disusun dalam menghadapi berbagai kondisi alam atau lingkungan yang terus menerus berubah atau dinamis. Dalam hal ini manusia dituntut dapat membuat penjelasan terhadap fenomena-fenomena alam untuk memperoleh manfaat bagi kepentingan hidupnya maupun meramalkan kejadian yang mungkin akan terjadi guna menghindari efek buruknya bagi manusia.Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut diperlukan acuan dan peramalan yang lebih baik dan tepat. Hasil studi tersebut dibuat dalam bentuk permodelan ekologi. Penyusunannya didukung oleh hasil-hasil penelitian ekologi yang memberikan informasi kuantitatif dan pengelolaan datanya banyak dibantu oleh teknik-teknik computer.

Model Ekologi pada dasarnya adalah suatu formulasi matematik sebagai bentuk penerjemahan fenomena ekologi yang sebenarnya dan telah disederhanakan. Jumlah variable dalam suatu model lebih rendah dari yang sebenarnya, karena yang ditampilkan hanya faktor-faktor dan proses kuncinya saja, yaitu yang paling penting serta paling menentukan. Informasi ini didapatkan dari hasil sejumlah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif maupunh eksperimental di lapangan maupun di laboratorium.

Permodelan ekologi pada dasarnya adalah suatu formulasi matematik sebagai bentuk penerjemahan fenomena ekologp yang sebenarnya dan telah disempurnakan.

5. Pendekatan dalam Ekologi Hewan
Pendekatan dalam ekologi dapat secara laboratories, lapangan dan matematik. Dalam ekologi hewan salah satu kendala yang sulit adalah pengukuran, metode dan teknik pengamatan. Hal ini disebabkan oleh sifat hewan yang senantiasa bergerak dan berpindah-pindah baik secara liar maupun jinak. Misalnya menyangkut penentuan kelimpahan dan perilaku hewan yang diteliti, ukuran tubuh mulai dari milimikron sampai yang besar dan tinggi, stadia perkembangan, kecepatan dan daya gerak yang berbeda-beda, lingkungan yang ditempati juga berbeda-beda seperti; habitat daratan, perairan tawar ataupun laut serta keunikan dan kespecifikan perilaku hidupnya termasuk aktivitasnya dalam sehari.

Metode dan teknik penelitian bukan saja ditentukan oleh hal-hal tersebut di atas, tetapi hal lain yang sangat penting adalah tujuan, sasaran dan manfaat dari penelitian itu. Penelitian ekologi hewan yang bersifat deskriptif ataupun eksperimental dengan data kuantitatif memerlukan desain (rancangan), prosedur kerja serta pengolahan data secara statistic.

Penelitian eksperimen, pada dasarnya melibatkan 2 komponen atau perangkat obyek yang diteliti, yakni; perangkat eksperimen (perlakuan) dan control. Perangkat control merupakan suatu perangkat obyek yang diamati dan kondisinya serupa benar dengan perangkat eksperimen, kecuali ada hal-hal tertentu merupakan faktor atau proses yang diteliti atau yang diberikan sebagai perlakuan.

Pada umumnya penelitian eksperimen dilakukan di dalam laboratorium yang kondisinya sangat berbeda dengan kondisi di lingkungan alami atau kondisi habitat alami yang ditempati hewan yang diteliti. Kondisi lingkungan dalam suatu penelitian laboratorium merupakan kondisi yang dapat dikendalikan oleh peneliti, misalnya dibuat sangat berbeda dalam satu atau lebih faktor lingkungan dibandingkan dengan kondisi lingkungan alami atau dibuat sedemikian rupa yang sangat mirip dengan kondisi lingkungan alami.

6. Aplikasi Konsep Ekologi Hewan
Dalam perkembangannya ekologi telah mengalami diversivikasi dengan lahirnya cabang-cabang ilmu ekologi lainnya yang lebih spesifik, dengan materi yang terbatas, khusus dan mendalam yang didasarkan atas kelompok organisme, misalnya; Ekologi Tumbuhan, Ekologi hewan, Ekologi Parasit, Ekologi Gulma, Ekologi Serangga, ekologi Burung dan lainnya.

Ekologi Hewan, bahasannya memerlukan pemahaman mengenai aspek-aspek biologi lainnya juga menyangkut matematika dan statistika. Sebenarnya konsep, asas ataupun generalisasi dalam ekologi hewan telah banyak memberikan nilai-nilai terapan yang cukup dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama dalam bidang-bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehata dan pengolahan maupun konservasi satwa liar. Penerapan ekologi makin penting dengan semakin diperlukannya upaya-upaya manusia dalam memelihara ketersediaan sumberdaya serta kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan.

Dalam bidang pertanian, perkebunan dan peternakan, konsep kisaran toleransi dan faktor pembatas serta dalam masalah pengendalian populasi hama dan penyakit (Biological Control). Dengan konsep ekologi hewan juga telah melandasi penggunaan berbagai species hewan tertentu sebagai species indicator yang menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan, sudah tercemar atau belum. Konsep lain dalam bidang pertanian dan kesehatan adalah hubungan predator mangsa dan parasitoid inang. Dalam upaya meningkatkan hasil produk ikan maupun ternak, pengelolaan satwa liar baik yang bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun exsitu (pemeliharaan di lingkungan buatan) seluruhnya berazaskan dan berlandaskan efisiensi ekologi dan azas-azas ekologi.

Regulasi Ekspresi Gen Pada Prokaryot

Regulasi Ekspresi Gen Pada Prokaryot

Ekspresi gen dimulai dari aktivitas RNA polimerase dalam mentranskrip DNA. Pengikatan RNA polimerase ke DNA terjadi di lokasi khusus yang disebut promotor. Promotor kuat mampu berinteraksi dengan RNA polimerase dan menginisiasi transkripsi dengan cepat. Hal sebaliknya terjadi pada promotor lemah. Transkripsi berjalan dari 3’®5’ DNA template atau mRNA disintesis dari 5’®3’. Transkripsi berakhir ketika RNA polimerase mencapai daerah penghentian atau terminasi. Kemudia RNA polimerase keluar dari DNA, sehingga diperoleh 1 pita mRNA lengkap.

Satu mRNA dapat mengkode 1 atau lebih polipeptida. mRNA yang dapat mengkode lebih dari 1 polipeptida disebut mRNA polisistronik. mRNA polisistronik ditranslasi menghasilkan beberapa polipeptida terpisah dalam sekali translasi. Translasi berlangsung di dalam ribosom. Setelah ditranslasi mRNA akan terdegradasi dengan cepat dalam beberapa menit.

A. Regulasi Transkripsi

Beberapa mRNA disintesis dengan kecepatan konstan dan terkode menghasilkan enzim konstitutif. Jumlah mRNA dan polipeptida yang diprosuksi dari beberapa enzim konstitutif bervariasi tergantung kekuatan promoternya. Selain promoter, operon berperan dalam menentukan kecepatan transkripsi. Banyak operon diregulasi secara tidak langsung oleh perubahan kondisi lingkungan. Namun regulasi transkripsi pada promotor dan operon secara langsung dilakukan oleh protein regulasi. Protein regulasi mengikat operon pada daerah yang disebut operator atau lokasi regulasi. Pengikatan protein regulasi pada operator dapat meregulasi transkripsi dalam 2 bentuk, yaitu regulasi positif (menaikan kecepatan) dan regulasi negatif (menurunkan kecepatan) inisiasi transkripsi. Laktosa operon E. coli merupakan contoh regulasi negatif operon.

Selain diregulasi oleh protein regulasi, operon juga diregulasi oleh struktur sekunder mRNA. Struktur sekunder mRNA yang dapat meregulasi transkripsi adalah tusuk konde. Struktur tusuk konde mRNA menghasilkan 3 bentuk regulasi, yaitu penundaan (pausing), atenuasi (attenuation), dan antiterminasi. Ketiga struktur tusuk konde terletak di lokasi sangat dekat. Tusuk konde penundaan terletak di segmen 1 dan 2, tusuk konde atenuasi terletak di segmen 3 dan 4, sedangkan tusuk konde antiterminasi terletak di segmen 2 dan 3 dari segmen operon, tepatnya di urutan pemimpin (leader sequence). Dengan demikian hanya akan dijumpai maksimal 2 tusuk konde pada satu mRNA.

Mutasi nonsense juga dapat menghentikan transkripsi secara prematur pada proses elongasi. Jika pada regulasi atenuasi tidak menghasilkan polipeptida, tetapi pada regulasi nonsense menghasilkan polipeptida. Namun polipeptida hasil regulasi nonsense dapat berfungsi maksimal, sebagian, bahkan tidak sama sekali. Hal ini tergantung lokasi terjadinya mutasi nonsense. Jika mutasi terjadi di urutan awal sampai pertengahan, maka polipeptida yang dihasilkan tidak berfungsi. Namun jika mutasi terjadi pada urutan akhir, maka polipeptida yang dihasilkan dapat berfungsi sebagian atau penuh.

1. Operon Trp
Pada lingkungan yang terus menerus menghasilkan triptofan yang dibutuhkan sel, pengaturan ekspresi gan juga mulai turut bekerja. Sel berhenti membuat enzim-enzim yang berada di jalur triptofan. Pengaturan ini terjadi pada tingkat transkripsi, sintesis mRNA yang mengkode enzim ini. Mekanisme dasar pengaturan ini dikenal denga sebutan mekanisme operon.yang ditukan oleh Jacob dan Monod (1961).

Saru keuntungan penting dari pengelompokan gen-gen yang fungsinya berhubungan menjadi satu unit transkripsi adalah bahwa satu saklar on-off dapat mengontrol keseluruhan kelompok yang berisis gen-gen yang fungsinya berhubungan. Saklar ini adalah segmen DNA yang disebut dengan operator. Operator meregulasi RNA polimerase ke gen-gen sehingga memungkinkan membuat gen turn on atau turn off. Operator terletak antara promoter dan gen-gen operon.

Pada mekanisme operon trp, gen pengatur yang dikenal dengan sebutan trpR mensintesis protein represor yang dalam kondisi inaktif. Pada kondisi seperti ini operon dalam kondisi on dan sintesis triptofan dapat terus dilaksanakan. Sintesis dapat dilakukan karena gen pengkode enzim yang memperantarai sintesis triptofan terus menerus ditranskripsi. Gen ini dapat ditranskripsi karena tidak ada halangan bagi RNA polimerase berikatan dengan promoter kemudian mentranskripsi gen-gen operon.

Pada kondisi triptofan tersedia dalam jumlah besar di medium kondisi yang terjadi akan berubah. Protein represor yang dihasilkan oleh gen pengatur akan berikatan dengan triptofan. Adanya ikatan ini akan membuat represor aktif dan kemudian mengenali operator dan beriikatan dengan operator. Ketika represor berikatan dengan operator maka akan menghalangi RNA polimerase untuk melakukan transkripsi. Hal ini dapat terjadi karena posisi operator berada diantara promoter (tempat mula-mula RNA polimerase berikatan) dan gen-gen operon.

2. Operon Lac
Mekanisme operon trp dikenal dengan sebutan operon represibel karena transkripsinya diinhibisi oleh suatu molekul kecil yang spesifik. Kebalikannya operon indusibel akan distimulasi ketika suatu molekul kecil yang spesifik berinteraksi denga suatu protein pengatur.

Ketika bakteri E.coli berada pada medum yang tidak mengandung lakstosa maka bakteri tidak mengeluarkan enzim β-galaktosidase. Namun 15 menit setelah pemberian laktosa maka bakteri kemudian mengeluarkan enzim tersebut. Pengaturan kapan bakteri mengeluarkan enzim pencerna laktosa ini dilakukan dengan mekanisme operon indusibel.

Ketika di lingkungan tidak terdapat laktosa maka gen pengatur (LacI) akan mengkode protein represor yang mengikatkan dirinya ke operator. Dengan adanya pengikatan ini maak RNA polimerase yang telah melekat pada promoter tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen operon.

Ketika lingkungan menyediakan laktosa dalam julah yang besar maka alolaktosa yakni isomer yang terbentuk dari laktosa akan berikatan dengan protein yang dihasilkan oleh gen pengatur. Karena protein repressor berikatan dengan alolaktosa maka konformasinya berubah dan tidak lagi sesuai dengan promoter. Karena itu RNA polimerase dapat dengan mudah melakukan transkripsi gen-gen ada operon ini. Jadi mekanisme kerja anatar operon lac dan operon trp berlawanan. Adanya subsransu luar pada operon trp akan menghalangi ekspresinya sedangkan pada operon lac justru meningkatkannya.

3. Regulasi Translasi
Lokasi pengikatan mRNA pada ribosom yaitu urutan komplementer ujung 3’ rRNA 16S. Interaksi rRNA 16S dengan mRNA menghasilkan kompleks yang dapat menginisiasi sintesis protein. Kontrol translasi tergantung pada jumlah tRNA, produksi ribosom dan jumlah ribosom bebas. Jumlah tRNA pasti mempengaruhi kecepatan translasi, karena tRNA membawa asam amino untuk mentranslasi mRNA. Semakin banyak produksi ribosom, maka semakin cepat proses translasi. Semakin sedikit jumlah ribosom bebas, maka semakin cepat translasi. Beberapa ribosom bebas dapat menghambat translasi mRNA polisistronik yang seharusnya dikode (Cahscient, 2008).