Tuesday, July 16, 2013

THE ORIGIN OF SPECIES Chapter VI: DIFFICULTIES OF THE THEORY (Kesukaran-kesukaran Dari Teori)

Evolusi-Teori Evolusi Darwin Bab 6
Kesukaran-kesukaran Dari Teori

Kesukaran teori keturunan dengan modifikasi – Hilangnya atau langkanya varietas transisi – Transisi dalam kebiasaan hidup – Kebiasaan yang berbeda pada spesies yang sama – Spesies dengan kebisaan yang jauh berbeda dari kebiasaan jenis serumpun – Organ-organ yang terlalu sempurna – model-model transisi – Kasus-kasus kesukaran – Natura non facit saltum – Organ-organ yang tak begitu penting – Organ-organ yang tidak sempurna dalam semua kasus – Hukum tentang Keseragaman Tipe dan kondisi-kondisi keberadaan yang dilakukan oleh Seleksi Alam.

Jauh sebelum pembaca sampai pada bagian ini, banyak kesukaran tentu sudak terpikir. Bebrapa darinya begitu serius, sehingga sampai sekarang ini saya hampir tak dapat meninjaunya kembali tanpa sedikit merasa goyah; tetapi toh menurut penilaian saya, sebagian besar kesulitan itu hanyalah tampaknya saja dan kesulitan-kesulitan yang nyata muncul, saya pikir tidak fatal teori saya ini.

Kesukaran-kesukaran dan keberatan-keberatan itu dapat dikelaskan dalam judul-judul berikut. Pertama, apabila spesies-spesies adalah keturunan spesies lain dnegan cara gradasi, mengapa kita tidak melihat banyak sekali bentuk transisi? Mengapa seluruh alam tidak berada dalam kekacauan, dan malahan sebagaiamana kita lihat, spesies-spesies itu telah begitu tertata jelas?

Kedua, apa mungkin seekor binatang yang umpamanya mempunyai struktur dan kebiasaan seekor kekelawar, dapat terbentuk dari modifikasi seekor binatang lain dengan kebiasaan dan struktur yang sangat berbeda? Dapatkah kita percaya bahwa seleksi alam dapat menghasilkan, di satu pihak, satu pihak, satu organ yang tak begitu penting, seperti ekor jerapah, yang berfungsi hanya sebagai pengusir lalat, dan di pihak lain sebuah organ yang begitu menakjubkan seperti mata?

Ketiga, dapatkah naluri diperoleh dan dimodifikasi melalui seleksi alam? Apakah yang akan kita katakan mengenai naluri yang menyebabkan lebah membuat ruang-ruang, dan prkatis benar-benar mendahului penemuan pakar-pakar matematika terkemuka?

Keempat, bagaimana kita dapat menjelaskan tentang spesies-spesies, jika dikawinsilangkan dalam keadaan steril akan menghasilkan keturunan yang steril, sedangkan jika varietas-varietas dikawinsilangkan,kesuburan varietas-varietas itu tidak melemah?

Kedua topik pertama akan didiskusikan di sini; lalu aneka ragam keberatan dihadirkan dalam Bab 7; sedangkan soal Naluri dan Hibridisme akan dikupas dalam dua bab berturut-turut setelah itu.


Mengenai Hilangnya atau Langkanya Varietas-varietas Transisi

Karena seleksi alam hanya berlangsung untuk pelestarian modifikasi-modifikasi yang menguntungkan, maka satiap bnentuk baru akan cendenrung mengambil tempat di daerah-daerah yang padat ditumbuhi atau dihuni, dan akhirnya malah dapat enghilangkan bentuk asli induknya sendiri – yang kurang mengalami perbaikan – dan bentuk-bentuk lain yang kurang memenuhi syarat untuk berdaing. Jadi seleksi dan pemusnahan akan berjalan seiring. Karenanya, jika kita memperhatikan tiap spesies sebagaiman dia diturunkan dari bentuk yang tak diketahui, induk maupun varietas-varietas transisi pada umumnya sudah dihilangkan oleh proses itu, justru karena proses pembentukan baru itu sendiri telah menyebabkan kapunahan bentuk-bentuk transisi.

Tetapi, karena dengan teori ini, bentuk-bentuk transisi yang sangat banyak itu mesti pernah ada, mengapa kita tidak menemukan benyak sekali bentuk tertanam sebagai fosl dalam keak bumi? Akan sanagt mudah menjawab pertanyaan ini dalam Bab 10 nanti mengenai ketidaksempurnaan Catatan Geologis.dan di sisi saya hanya mau mengatakan keyakinan saya, bahwa jabannya terutama terletak pada laporan yang kurang sempurna dibandingkan sengan apa yang umunya diperkirakan. Kerak bumi merupakan meuseum yang sangat luas; dan koleksi-koleksi alam telah dibuat secara kurang sempuna, dan hanya dalam selang waktu yang lama.

Tetapi dapat juga dibantah bahwa bila bebrapa spesies yang serumpun menhuni daerah yang sama, kita pada waktu sekarang saharusnya dapat menemukan banyak bentuk transisi. Marilah kita ambil kasus yang sederhana: dalam perjalanan dari utara ke selatan di sebuah benua, kita biasanya pada selang-selang berurutan menemukan spesies-spesies yang serumpun atau yang sama, yang jelas sekali hampir memenuhi seluruh tempat dalam ekonomi alam suatu daerah. Spesies-spesies yang representatif itu sering bertemu dan saling bersambungan, dan bila yang satu makin langka, yang lain makin bertambah, sampai yang satu menggantikan yang lain. Tetapi bila kita bandingkan spesies-spesies ini di tempat spesies-spesies ini bercampur, spesies-spesies ini pada umumnya begitu berbeda satu sama lain dalam tiap rinci struktur tubuhnya, seperti contoh-contoh (spesimen) yang diambil dari metropolis yang dihuni masing-masing.

Menurut teori saya, spesies-spesies ayng serumpun ini adalah keturunan dari satu induk yang sama; dan selama proses modifikasi,masing-msing telah menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan dimana dia hidup, dan telah menggantikan atau mempunahkan bentuk induknya yang asli berikut semua varietas transisi antara keadaan dahulu dan sekarang. Oleh sebab itu kita tidak usah mengharaokan pda waktu itu menemukan banyak varietas transisi di masing-masing daerah, sekalipun mungkin varietas-varietas transisi itu pernah hidup di situ dan mungkin tertanam di sana dalam bentuk fosil. Tetapi di daerah perbatsan, yang memilki kondisi-kondisi kehidupan transisi, mengapa kita ssekarang tidak menemukan varietas-varietas transisi yang erat-berkaitan? Kesukaran ini untuk waktu yang lama sanagat mengejautkan saya. Tetapi saya pikir, jal ini sebagian besar dapat diterangkan.

Pertama-pertama, sebaiknya kita sangat berhati-hati dalam menarik kesimpulan, bahwa suatu daerawh yang sekarang bersambungan (dahulu terpisah oleh laut) adalah otomatis daerah yang telah bersampbungan sejak dahulu kala. Geologi membuat kita percaya bahwa kebnayakan benua dahulu pernah terpecah-pecah sebagai pulau-pulau, bahkan sepanjang periode tersier akhir. Dan di pulau-pualu yang demikian, spesies-spesies yang berbeda mungkin telah terbentuk secara terpisah tanpa kemungkinan adanaya varietas-transisi yang hidup di zona-zona perbatasan. Sebaliknya, karena perubahan bentuk tanah dan iklim, daerah-daerah yang sekarang dipisahkan laut, dahulu mungkin sekali pernah menyatu sebagai daratan, dan lebih seragam daripada skarang. Tetapi saya akan lewatkan saja cara menghindari kesukaran seperti ini; sebab saya yakin bahwa banyak spesies yang jelas sempurna, telah terbentuk si daerah-daerah yang sungguh-gungguh pernah menyatu, sekalipun saya idak meragukan bahwa kondisi daerah-daerah yang dahulu terpecah-pecah dan sekarang menyatu telah memainkan peran penting dalam pembentukan spesies-spesies baru, lebih-lebih lagi dengan binatang-binatang yang mengembara dan bebas melakukan persilangan.

Bila memperhatinkan spesies-spesies yang skarang berpencar di daerah yang luas, kita biasanya menemukan jumlah mereka lumayan banyak meliputi daerah yang luas itu; kemudian tiba-tiba menjadi semakin langka di perbatasan dan akhirnya menghilang. Karena itu daerah yang netral anatara dua spesies yang ada, pada umunya sempit saja dibandingkan dengan daerah yang tepat untuk masing-masing spesies. Kita melihat fakta yang sama di pegunungan, dan kadang-kadang sanagat mengagumkan, seperti yang diamati Alp. de Condolle, betapa tiba-tibanya suatu spesies Alpina menghilang. Fakta aerupa juga dicatat oleh E. Forbes dalam mengukur kedalaman laut dengan kapal keruk (drefe). Bagi mereka yang memandang iklim dan kondisi fisik kehidupan sebagai unsur paling penting bagi penyebaran, fakta-fakta ini seharusnya menyebabkan kita keheranan, ketika iklim, ketinggian atau kedalaman, secara berangsur-angsur menjadi tidak menentu. Tetapi bula kita ingat bahwa hampir setiap spesies, bahkan di metroplisnya (tempat banyak spesies itu berkumpul) akan segera berkembang baik dalam jumlah sangat banyak, andaikan tidak ada spesies lain yang menyaingi, dan hampir semua tidak menjadipemagsa atau dimangsa oleh yang lain; pendeknya bahwa setiap makhluk hidup secara langsung atau tidak langsung berkaiatan dengan makhluk hidup yang lain, kita melihat bahwa deretan penghuni dari setiap daerah sama sekali tidak bergantung secara eksklusif pada kondisi-kondisi fisik yang berubah-ubah tak menentu, teteapi sebagian besar bergantug pada keberadaan spesies lain yang menghidupinya, atau yang karenanya spesies-spesies itu binasa atau dengannya spesies-spesies ini bersaing. Dan bila spesies-spesies telah jelas mapan, tidak berbaur satu dengan yang lain secara berangsur, jumlah dari setiap spesies, karena bergantung kepada jumlah spesies-spesies yang ada di perbatasan, yang jumlahnya semakin kurang, dalam keadaaan pasang surut jumlah musuhnya atau mangsanya atau dalam sifat musim, akan sangat cenderung untuk punah sama sekali dan dengan demikian sakupan soesrafisnya akan menjai lebih jelas, berikut karakteristiknya.

Spesies-spesies yang serumpun atau spesies yang mewakilinya, jika menghuni daerah yang bersambungan, pada umumnya terbagi sedemikina rupa, sehingga masing-masing mendapat daerah yang luas, dengan daerah yang komparatif netral diantaranya, di situ spesies-spesies ini semakin langka,; dan karena varietas pda dasarnya tidak begitu berbeda dari spesies dari spesies, hukum yang sama mungkin akan berlaku bagi keduanya; dan bila kita mengambil spesies yang sedang berubah menghuni suatau daerah yang sangat luas, kita kemungkinan besar akan menemukan dua varietas itu dalam dua daerah yang luas, dan varietas ketiga di daerah anatara yang sempit. Varietas-variatas ini, sebagai akibatnya, akan lebih sedikit jumlahnya, karena menghuni daerah yang sempit dan lebih kecil, dan praktis, sajauh sapat saya tegaskan, hukum ini berlaku bagi varietas yang menghuni alam bebas.

Saya telah menemukan contoh-contoh yang mencolok dari hukum ini dalam kasus varietas-transisi yang memilki ciri-ciri yang jelas dari genus Balanus. Dan contoh serupa juga datang dari informasi yang diberikan pada saya oelh Mr. Watson, Dr Asa Gray, dan Me. Wollatson, bahwa pada umumnya bila varietas-transisi si antara dua bentuk yang berlainan terjadi, varietas-verietas itu akan lebih langka dalam jumlah dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang dihubungkan oleh varietas-varietas itu.

Sekarang, bila kita dapat mempercayai fakta-fakta dan kesimpulan-kesimpulan, bahwa varietas-verietas transisi yang menghubungkan dua varietas yang berbeda, biasanya ada dalam jumlah yang kurang banyak daripada bentuk-bentuk yang telah dihubungkan oleh varietas-verietas transisi; maka kita dapat memahami mengapa varietas-verietas transisi tidak dapat bertahan dalam periode yang sangat panjang; lalu mengapa, seperti pada umumnya, mereka harus punah dan menghilang, lebih cepat dari bentuk-bentuk yang semual dihubungkan oleh varietas-verietas transisi itu?

Sebab setiap yang hidup dalam jumlah lebih sedikit, sebagaiman telah saya sebut di depan, lebih cenderung untuk punah daripada bentuk-bentuk yang hidup dalam jumlah besar, dan di dalam kasus yang khusus ini, bentuk transisi akan sangat mudah menjadi sasaran serangan mendadak dari bentuk-bentuk yang dekat serumpun, yang hidup di kedua belah pihak dari bentuk peralihan itu. Tetapi ada suatu pertimbangan yang jauh lebih penting, bahwa selama proses kelanjutan modifikasi, dengannya dua varietas diperkirakan akan diubah dan disempurnakan menjadi dua spesies yang berbeda, karena hidup dalam jumlah yang lebih besar, akan memperoleh kesempatan lebih baik, dalam periode tertentu, dengan terus menghsilkan variasi yang sesuai utnuk dimanfaatkan seleksi alam ketimbang bentuk-bentuk langka yang hidup dalam jumlah yang lebih kecil. Karean itu, bentuk-bentuk yang lebih umum, dalam pertarunagn hidup, akan cenderung mengalahkan dan mengganti bentuk-bentuk yang kurang umum, sebab bentuk-bentuk yang digamtikan itu lebi lambat peningkatannya. Prinsip yang sama ini, saya percaya, juga berlaku bagi spesies manapun yang umum di tiap-tiap daerah, sebagaimana ditunjukkan dalam Bab 2, yang menggambarkan rata-rata jumlah varietas yang memilki ciri-ciri yang jelas bakal lebih besar jumlahnya daripada spesies-spesies langka.

Bolehlah saya mengilustrasikan apa yang saya maksud dengan mengandaikan tiga varieta domba peliharaan; seekor disesuaikan pada daerah pengununagn yang luas; seekor lagi, pada sebidang tanah yang secara kompareatif sempit dan berbukit, dan seekor yang ketiga pada dataran luas di akkai bukit. Allu ketiga-tiganya berusaha dengan keuletan dan keunggulan yang sama utnuk meningkatkan keturunan mereka dengan jalan seleksi. Kesempatan dalam kasus ini akan sanagat kuat dimiliki oleh domba yang mampu menyesuaikan diri di gunung-gunung atau di dataran rendah. Mereka bisa meningkatakan keturunannya lebih cepat, daripada yang berkemampuan kecil di perbatasan yang sempit dan berbukit-bukit, dan oleh sebab itu ternak gunung atau dataran yang telah ditingkatkan, segera akan menggantikan ternak perbukitan yang kurang meningkat; jadi kedua jenis ternak itu yang asalnya hidup dalam jumlah yang banyak, akan berhubungan erat satu sama lain, tanpa perantara varietas bukit perbatasan yang telah digantikannya itu.

Ringkasnya, saya berkeyakinan bahwa spesies pada akhirnya akan menjadi objek-objek jelas yang dapat ditoleransi dan tidak pada setiap peiode menunjukkan auatu kekacauan yang tak terhindarkan dan perubahan-perubahan karena variasi-variasi transisi; pertama karena varietas-verietas baru yang terbentuk sangatlah lamban, sebab variasi adalah proses yang lamban, dan seleksi alam tak dapat berbuat apa-apa, sampai perbedaan-perbedaan individual yang sesuai atau variasi yang menguntungkan terjasi, dan sampai suatu tempat dalam kekuasaan alam di situ dapat diisi lebih baik dengan beberapa modifikasi dari salah satu atau beberapa penghuninya. Dan tempat-trempat beru yang demikian akan bergantung pada perubahan iklim yang berlahan-lahan, atau dari imigrasi imigrasi penghjuni bari baru yang kadang kala terjadi, dan mungkin dalam tingkat yang jauh lebih penting tergantung dari penghuni-penghuni lama yang termodifikasi secara perlahan-lahanmenjasi bentuk-bentuk yang dihasilkan secara demukian, dan penghuni lama beraksi dan bereaksi satu sama lain. Sehingga pada suatu daerah, pada suatu saat, kita seharusnya hanya melihat adanya beberapa spesies yang menujukkan sedikit modifikasi pada struktur yang agak permanen dan ini memang pasti kita lihat.

Kedua, daerah yang sekarang bersambungan mestinya sering tampil dalam periode baru, sebagai bagian-bagian yang terkecil, padanya banyak bentuk, terutama antara kelas-kelas yang besatu sebelum setiap kelahiran dan banyak mengembara, mungkin secara terpisah telah cukup berbeda untuk bisa digolongkan sebagai yang mewakili. Dalam kasus ini, varietas-verietas transisi di antara spesies yang ada dan induk bersama mereka dahulu, mesti hidup di masing-masing bagian terkucil dari daerah itu, tetapi hubungan-hubungan ini selam berlangsungnya proses seleksi alam tentulah telah diganti dan punah, sehingga varietas-verietas ini tidak terdapat lagi dalam keadaan hidup.

Ketiga, bila dua varietas atau lebi telah terbentuk di bagian-bagian yang berbeda bila satu daerah yang telah betul bersambungan, adalah mungkin bahwa varietas transisi transisi pada awalnya terbentuk di zona-zona perbatasan, tetapi varietas-verietas pada umunya akan bertahan dalam waktu pendek saja. Sebab varietas-verietas transisi ini, karena alasan-alasan yang telah dikemukakan (yaitu apa yang kita ketahui dari dsitribusi aktual spesies-spesies representatif atau yang seumpun, dan juga dari varietas-verietas yang telah diketahui), akan hidup dalam jumlah yang kurang banyak daripada varietas-verietasyang akan dihubungkan. Dari sebab ini saja varietas-verietas transisiakan cenderung untuk punah secarakebetulan, dan sepanjang proses modifikasi seterusnya melalui sleksi alam, varietas-verietas transisi ini hampir secara pasti akan kalah dan diganti oleh bentuk-bentuk yang dihubungkan oleh varietas-verietas transisi ini; sebab bentuk-bentuk ini yang hidup dalam jumlah lebih besar, dalam keseluruhannya akan menghasilkan lebih banyak varietas, dan dengan demikian terus meningkat melalui seleksi alam dan terus emperoleh keuntungan lebih banyak lagi.

Akhirnya, dengan tidak hanya memperhatikan satu waktu saja, tetapi sepanjang waktu, andaikan teori saya ini benar, varietas transisi dalam jumlah yang tak terhitung, menghubungkan secara erat semua spesies sari kelompok yang sama, pastilah pernah hidup, tetapi kedua induk dan semua varietas transisi biasanya justru dipunahkan oleh proses seleksi alam itu sendiri yang mmebentuk dan menyempurnakan bentuk-bentuk baru itu. Bukti keberadaan mereka dapat ditemukan di anatra peninggalan fosil, yang dilestarikan dalam laporan yang sangat tidak sempurna dan hanya periodik saja, sebagaimana nanti akan kita lihat.


Tentang Asal-usul dan Transisi Makhluk-makhluk Hidup dengan Kebiasaan-kebiasaan Struktur yang Ganjil

Telah dipertanyakan ioleh para penyanggah teori yang saya ajukan ini, umpamanya: dapatkah seekor binatang karnivora darat berubah menjadi binatang yang hidup di air? Kalau dapat, bagaimana binatang itu dapat bentuk transisinya dulu telah hidup? Ah, mudah sekali untuk menunjukkan bahwa kini ada binatang-binatang karnivora yang maenggambarkan tingkat transisi dari ayng betul-betul teresterial, kepada kebiasaan akuatik; dan karena masing-masing mampu unggul dalam pertarungan hidup, jelas bahwa masing-masing mesti beradaptasi dengan baik pada tempatnya di alam. Perhatikanlah vision Mustela di Amerika Utara. Kakainya pendek dena berselaput, badannya berbulu, bentuk ekornya menyerupai berang-berang. Selama musim panas binatang ini menyelam dan memangsa ikan, tetapi selama musim dingin yang oanjang dia meninggalkan air yang membeku, dan seperti kucing-kucing kutub, ia memangsa tikus dan binatang-binatang darat lainnya. Bila kasus yang berbeda terjadi, dan ditanyakan bagaiman seekor binatang berkaki empat pemangsa serangga mungkin sapat berubah menjadi kelelawar yang bisa terbang, pertanyaan ini akan sanagt sukar dijawab. Tetapi saya pikir, kesukaran-kesukaran semikian tidak bergitu berarti.

Di sini, seperti pada kejadian-kejadian lain, saya sangat dirugikan, sebab dari kasus-ksus menonjol yang telah saya kumpulkan, saya hanya sapat memberikan satu dua contoh saja kebiasaan-kebiasaan beraneka ragam spesies-spesies yang serumpun, dan kebiasaan-kebiasaan beraneka ragam, secara tetap atau kedang-kadang, pada spesies yang sama. Bagi saya rua-rupanya, tidak ada lain, kecuali selembar daftar panjang kasus-kasus tersebut yang cukup untuk mengurangi kesukaran dalam kasus seperti kelelawar.

Perhatikanlah keluarga bajing, di sini kita mempunya gradasi kecil-kecil dari binatang senag ekor yang hanya sedikit rata, dan dari yang lain, sebagaiman yang dinyatakan Sir J. Richardson, dengan bagian posterior bdannya yang bidang bidang dan kulit dipanggul yang agak lebar, sampai pada yang disebut bajing terbang; dan bejing terbang memiliki anggota badan bahka pangkal ekornya menyatu dengan perluasan kulit yang melebar, yang berfungsi sebagai parasut, sehingga memungkinkan dia melayang di udara dari pohon ke pohon dengan jarak yang menakjubkan. Kita tidak dapat meragukan bahwa tiap struktur adalah berguna bagi tiapa macam bajing si daerahnya sendiri, sehingga memungkinkan dia untuk menyelamatkan diri dari burung atau binatang pemangsa, untuk mengumpulkan makanan dengan lebih cepat, atau jiak ada alasan yang dapat dipercaya, untuk mengurangi bahaya jatuh yang kadang-kadang terjadi. Tetepai ari faktor ini tidak dapat langsung diambil kesimpulan bahwa struktur tiap bajing adalah paling baik, bahwa dia dapat mengandung dalam segala macam kondisi. Biarpun iklim dan tumbuh-tumbuhan berubah, biarpun binatang pengerat pesaing atau binatang pemangsa baru datang, atau yang lama menjalani modifikasi, semua analogi akan membawa kita pada keyakinan, bahwa paling sedikit beberapa dari bajing-bajing itu akan berkrang jumlahnya, satau musnah, kesuali jika bajing-bajing ini juga mengalami modifikasi dan meningkat dalam struktur dengan cara yang sesuai. Sebab itu saya tak melihat kesukaran, lebih-lebih lagi dalam kondisi kehidupan yang sedang berubah, dalam pelestarian individu yang berjalan terus dengan membran-membran pangul yang semakin melebar, setiap modifikasi berguna. Setiap modifikasi bertambah banyak, sehingga karena akibat-akibat yang terakumulasi dari proses seleksi alam ini, dihasilkan seekor bajing terbang yang sempurna.

Sekarang perhatikan Galeopithecus atau yang disebut lemur terbang, yang dahul dikelaskan kelelawar, tetapi kini diperkirakan termasuk Insektivora. Membran panggul yang sangat lebar terpancang mulai dari sudut-sudut rahang sampai ekor, termasuk bdannya dengan jari-jemari yang memanjang. Membran panggul ini diperlengkapi dengan otot ekstentor. Sekalipun tidak ada mata rantai struktur yang cocok utnuk melayang di udara, yang kini menghubungkan Galeopithecus dengan Insektivora lainnya, namun tak sukar untuk mengandaikan bentuk transisi yang demikian dulu pernah ada, dan bahwa msing-msing bekembang dengan cara yang sama seperti halnya bajing terbang yang kurang sempurna. Jadi setiap tingkat struktur telah berguna bagi pemilknya.

Juga saya tidak melihat kesukaran yang tak dapat diatasi utnuk terus yakin bahwa jari-jemari dengan lengan bawah yang dihubungkan membran Galeopithecus mungkin telah banyak diperpanjang karena seleksi alam; dan hal ini, sehubungan dengan organ-organ untuk terbang, akan mengubah binatang itu menjadi seekor kelelawar. Pada kelelawar-kelelawar tertentu, yang memiliki membran sayap terentang dari atas bahu sampai ekor, termasuk kaki-kaki belakang, kita barangkali akan melihat bekas-bekas organ yang semula cocok untuk melayang di udara dan bukan untuk terbang.

Bila sekitar selusin genera burung akan punah, siapa yang berani menduga bahwa mungkin pernah ada burung-burung yang menggunakan sayap-sayapnya bukan sebagai kepak untuk terbang, seperti bebek bodoh (Micropterus dari Eyton); sebagai sirip dia air dan sebagai kaki-depan di tanahseperti burung penguin; sebagai layar, seperti burung unta, dan secara fungsional tidak ada gunanya, seperti Apteryx? Namun demikian, struktur tubuh setiap burung adalah baik untuknya sendiri, di bawah kondisi kehidupan yang dihadapinya, sebab masing-masing harus hidup dengan perjuangan; tetapi hal itu belum tentu merupakan yang terbaik di segala kondisi yang mungkin. Tidak dapat diambil kesimpulan dari pernyataan-pernyataan ini bahwa tiap tingkat struktur sayap yang disinggung di sini, yang barangkali adalah hasil daari ketidakgunaan, menunjukkan tingkat-tingkat yang dengannya burung-burung itu sebetulnya memperoleh daya terbangnya yang sempurna; tetapi pernyataan-pernyataan hanya berguna untuk menunjukkan aneka ragam car transisi yang setidak-tidaknya memungkinkan hak itu.

Melihat bahwa beberap anggota dari kelas binatang yang bernapas dalam air, seperti Crustacea (udang-udangan) dan Mollusca teradaptasi untuk hidup di darat; dan melihat bahwa kita memiliki burung dan mamalia terbang, serangga ternbang dari berbagai tipe, dan dahulu memiliki reptil terbang, maka masuk akal bahwa ian terbang, yang sekarang mampu melayang di udara, muncul muncul dan membalik dengan bantuan sirip-siripnya yang mengipas-ngipas, mungkin suatu saat berubah menjadi binatang yang bersayap sempurna. Jika ini hasilnya siapa yang akan pernah membayangkan, bahwa dalam keadaan trasisi awal dahulu, ikan-iakn ini adalah penghuni lautan bebas, dan telah menggunakan organ-organ terbang yang baru jadi itu secara ekslusif, sepanjang kita tahu untuk menyelamatkan diri dari pemangsaan ikan lain?

Bila kita lihat suatu struktur yang telah sempurna untuk suatu kebiasaan khusu, seperti sayap butung untuk terbang, kita harus ingat bahwa binatang-binatang yang menunjukkan tingkat struktur transisi awal dahulu, jarang dapat bertahan sampai sekarang, sebab binatang-binatang itu telah digusur oleh pengganti-penggantinya, yang secara bertahap terus berubah makin sempurna melalui seleksi alam. Selanjutnya kita dapat menarik kesimpulan bahwa keadaan transisi antar struktur-struktur yang cocok utnuk kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dalam kehidupan, jarang dapat berkembang saat periode awal dalam jumlah besar dan dengan banyak bentuk subkoordinat. Jadi, kembali pada ilustrasi imajiner kita tentang ikan terbang, telah berkembang menjdi banyak bentuk subordinat, sebab mencari berbagai mangsa dengan banyak cara di darat maupun di dalam air, sampai organ-organ terbang binatang-binatang ini suatu keunggulan yang menentukan atas binatang-binatang lain dalam struggle for existance. Karena itu kemungkinan utnuk menemukan spesies dengan tingkat struktur transisi dalam kondisi sudah menjadi fossil selalu akan sedikit saja, karena binatang-binatang ini hidup dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding jumlah spesies dengan struktur yang berkembang sepenuhnya.

Sekarang saya akan memberikan dua dari tiga contoh, keduanya dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dan beubah-ubah dalam individu-individu dari spesies yang sama. Dalam masing-masing kasus ini akan mudah bagi seleksi alam untuk menyesuaikan struktur binatang pada kebiasaannya yang berubah, atau secara eksklusif pada satu dari bebrapakebiasaanya. Tetapi memang sukar untuk memastikan, dan tidak penting bagi kita, apakah kebiasaan itu umumnya berubah lebih dahulu dan struktur menyusul kemudian; ataukah perubahan kecil pada struktur menyebabkan kebiasaan berubah; mungkin kedua-duanya terjadi secara hampir simultan. Tentang kasus-kasus beberapa seranggfa Inggris yang sekarang makan tumbuh-umbuhan yang asing, atau semata-mata makan zat-zat buatan.

Tentang berbagai kebiasaan, sangat banyak contoh dapat ditunjukkan: saya selalu mengamati seekor panangkap lalat yang kejam (Saurophagus sulphuratus) si Amerika Selatan, melayang-layang dekat suatu tempat dan kemudian pindah ke tempat lain, seperti seekor kestrel (sejenis burung elang kecil), dan pada saat lain berdiri mamatung di perbatasan air dan daratan dan kemudian melompat ke air seperti seekor burung raja udang menyambar ikan.

Di daerah kita sendiri, tikus pentil yang lebih besar (Parus major) dapat dilihat menaiki cabang-cabang pohon, nyaris seperti binatang melata, kadang-kadang seperti seekor shrike (burung pemangsa dengan paruh bengkok), mematika baurung-burung kecil dengan pukulan pada kepala, dan seiring saya melihat dan mendengarnya mamukul-mukul biji-biji pada pohon yew (sejenis semara) di atas cabang, dan dengan demikian memcahkannya seperti memakai pemecah kacang (nuthatch). Di Amerika utara beruang hitam keliahatan oleh Hearne berjam-jam berenang dengan mulut menganga, dengan dara itu dia menangkap serangga dalam air hampir seperti ikan paus.

Bila kit kadang kala melihat individu-individu mengikuti kebiasaan yang lain dar kebiasan individu spesies itu yang sebenarnya dan kebiasaan spesies lain dari genus yang sama, kita dapat menduga bahw individu-individu demikian terkadang akan menyebabkan timbulnya spesies baru, karena memiliki kebiasaan yang gamjil, dan karena struktur yang sedikit atau banyak berubah dari tipe spesies aslinya. Contoh-contoh demikian banyak terjai di alam bebas. Dapatkah diberikan contoh adaptasi ayng lebih menonjol daripada seekor burung pelatuk yang makan buah-buahan, dan pelatuk lain yang sayap-sayapnya telah makin memanjang, yang menangkap serangga dengan sayapnya.

Di daratan La Plata, di mana hampir tak sebatang pohon pun tumbuh, ada seekor burung pelatuk (Colaptes campestris) yang memiliki dua jari kaki di depan dan dua di belakang, lidah yang panjang dan lancip, bulu ekor meruncing, cukup kuat untuk mrnopsng burung itu daam posisi vertikal pada sebuah tiang, tetapi tidak sebegitu kaku sebagaimana khasnya burung pelatuk yang berparuh kuat lagi lurus. Meskipun paruhnya tidak begitu lurus atau kuat seperti khasnya burung pelatuk, tetapi paruh itu cukup kuat untuk melubangi kayu. Oleh karenanya, Colaptes ini dengan semua bagian struktur tubuhnya yang penting adalah seekor burung pelatuk. Bahkan pada sifat-sifat yang tidak penting seperti warna, nada keras suaranya, dan terbangnya yang bergelombang, pertalian darah yang erat burung pelatuk kita yang biasa, jelas terbukti, namun sebagaimana saya dapat nyatakan, tidak saja dari pengamatan saya sendiri, tetapi dari pengamatan Azara yang sangat cermat di bebrapa daerah tertentu, burung pelatuk jenis ini tidak memanjat pohon, dan membuat sarangnya justru di tepi-tepi sungai! Tetapi di bebrapa kawasan lain, burung pelatuk yang sama, seperti ayng dikatakan Mr. Hudson, sering dijumpai di pepohonan, dan melobangi batangnya untuk membuat sarang. Saya boleh menyinggung sebagai ilustrasi lain lagi dari kebiasaankebisaan yang bervariasi dari genus ini, bahwa seekor Colaptes Meksiko digambarkan oleh De Saussure sebagai membuat lobang-lobang dalam kayu keras unutuk menimbun biji-biji pohon ek.

Patrel (burung laut kecil yang berparuh panjang) adalah salah satu burung yang paling lincah di udara dan di laut, tetapi dari suara-suara yang tenang dari Tiera del Fuego, diperoleh berita, bahea Puddinuria berardi dengan kebiasaan-kebiasaan umumnya, degan daya selamnya yang mempesona, dengan cara berenang dan terbangnya, mungkin siapa pun slah sangka mengira dia adalah seekor auk (sejenis burung laut) atau seekor grebe (burung perparuh runcing), padahal dia sesungguhnya adalah seekor petrel tetapi banyak bagian strukturnya yang berubah sehubungan dengan kebiasaan-kebiasaan barunya dalam hidup, sedangkan burung pelatuk dari La Plata hanya sedikit daja mengalami perubahan pad struktur.

Dalam kasus water-ouzel (sejenis burung air kecil), seorang pengamat yang paling cermat meneliti bangkainya, tidak akan pernah mengira akan kebiasaan-kebiasaan sub-aquatik padanya, padahal burung ini, yang serumpun dengan keluarga burung murai, hidup karena menyelam menggunakan sayap-sayapnya di bawah air, dan menggenggam batu dengan kakinya.

Semua anggoa ordo besar serangga Hymenoptera, yang ditemukan oleh Sir John Lubbock memiliki kebiasaan aquatik; sering masuk ke air dan berselam-selam dengan menggunakan sayapnya dan bukan kakinya, dan tinggal sampai empat jam di bawah permukaan air; tetapi dia tidak menunjukkan adanya modifikasi pada strukturnya sehubungan dengan kebiasaan-kebiasaannya yang abnormal.

Barang siapa yang masih berkeyakinan bahwa setiap makhluk diciptakan langsung sebagaimana kita melihatnya sekarang ini, kadangkala terheran-heran bila dia menemukan binatng yang memiliki kebiasaan dan struktur tubuh yang didak sesuai. Adakah yang kebih jeas daripada ide bahwa kaki bebek atau angsa yang berselaput dibentuk unutk berenang? Padahal ada angsa-angsa dataran tinggi dengan kaki berselaput, namun jarang mendekati air, dan tak ada seeorangpun, kecuali Audubon yang melihat burung fregat, yang berselaput pad kedua kakinya, terapunh di permukaan laut.

Sebaliknya, burung grebe dan coot (semacam burung rawa) terkenal aquatik, sekalipun jari-jemarinya hanya beselaput pada pinggirannya. Adakah yang lebih jelas daripada jari-jemari panjang Grallatires yang tidak dilengkapi selaput membran, padahal dia harus berjalan si atas rawa dan tumbuh-tumbuhan yang mengapung? – ayam air dan landrail (burung rawa) adalah anggota dari ordo ini, tetapi yang pertama hampir sama aquatiknya dengan burung coot, dan yang kedua hampir terestrial seperti burung puyuh atau ayam hutan.

Dalam ksus-kasus demikian dan banyak kasus lain, kebiasaan-kebiasaan dapat berubah tanpa adanya perubahan yang sejalan pada struktur tubuh. Kaki-kaki yang berselaput membran dari angsa gunung mungkin dapat dikatakan fungsinya hampir menjadi rudimenter saja, walaupun strukturnya tidak. Pada burung fregat, membran antara jari-jemarinya yang terkikis, menunjukkan bahwa strukturnya telah mulai berubah.

Barang siapa yang beranggapan bahwa Tuhan menciptakan spesies-spesies secara terpisah, satu sama lin tak ada hubungannya dan dalam jumlah dan ragam yang tak terhitung lagi, akan mengatakan, bahwa dalam kasus-kasus ganjil seperti di atas, Sang Pencipta itu senang bisa menyebabkansuatu makhluk dari satu tipe mengambil tempat yang menjadi milik makhluk tipe lain. Anggapan ini, bagi saya merupakan suatu pernyataan ulang tentang fakta dengan bahsa terhormat. Sedangkan barang siapa percaya pada logika penjelasan struggle for existence dan menganut prinsip seleksi alam akan mengakui bahwa setiapa makhluk hidup harus tetap berusaha untuk meningkatkan jumlahnya; san bila salah sayu saja dari makhluk-makhluk itu termodifikasi sedikit saja dalam kebiasaan maupun struktur tubuhnya, sehingga dengan demikian lebih unggul dari penghuni-penghuni lain dari daerah yang sama, dia tentu akan menggambil alih kendati atas tempat itu dari penghuni lain sekalipun tempat itu sangat berbeda dari tempat asalnya sendiri. Oleh karena itu, keganjilan-keganjilan seperti di atas tidak akan menyebabkan orang itu keheranan; bahwa ada nagsa-angsa dan burung-burung fregat yang memilki kaki berselaput, hidup di tanah kering dan jarang mengapung di air, bahwa ada burung-burung Corncrakes, yang hidup di padang rumput dan bukan di rawa-rawa; bahwa ada burung pelatuk hidup di tempat yang tak terdapat sebatang pohon pin; bahwa ada burung murai yang menyelam dan Hymenoptera ppenyelam dan petrel dengan kebiasaan-kebiasaan burung laut auk.


Organ-organ dengan Penyempurnaan dan Kerumitan Ekstrem

Mengandaikan bahwa mata dengan segla rancang-bangunnya yang tidak dapat ditiru untuk menyesuaikan fokus kepada jarak-jarak yang berbeda, untuk membiarkan masuk jumlah cahaya yang berbeda, dan untuk mengatur sudut diviasi membulat dan khromatik (pewarnaan), apa mungkin dapat dihasilkan oleh seleksi alam, jujur saya akui, itu adalah perkara yang sangat absurd. Ketika untuk pertamakalinya dikatakan bahwa matahari diam sedangkan bumi beredar mengelilinginya, akal sehat manusia menyatakan doktrin baru itu salah total. Untuk banyak hal dalam ilmu pengetahuan, peri bahsa lama Vox populi, vox Dei (suara rakyat, adalah suara Tuhan), sebagaimana diketahui dengan baik oleh setiap ahli filsafat, tak dapat selalu benar.

Akal mengatakan pada saya, bahwa banyak tahapan mulai dari mata yang sederhana dan tak sempurna sampai mata yang sempurna dan rumit dapat ditunjukan keberadaannya, sebab setiap yahap berguna bagi pemiliknya. Sebagaimana layaknya demikian; dan bila selanjutnya mata akan berubah dan perubahannya itu diwariskan, seperti begitu pasti keadaannya; dan bila perubahan-perubahan itu nyatanya akan berguna bagi setiap binatang dalam kondisi perubahan hidupnya, maka kesukaran untuk percaya bahwa sebuah mata yang sempurna dan rumit dihasilkan oleh seleksi alam, sekalipun tak dapat diatasi oleh imaginasi kita, tidak dapat dianggap sebagai menggulingkan teori itu.

Bagaimana syaraf dapat sensitif terhadap cahaya, hampir tidak menarik minat kita ketimbang asal mula kehidupan itu sendiri; tetapi saya dapat menyatakan bahwa karena beberapa dari organisme terrendah, yang di dalamnya tak dapat dideteksi adanya syaraf yang mampu untuk merasakan cahaya, mungkin unsur perasa tertentu dalam sarkode organisme-organisme ini kemuidan berkumpul dan berkembang menjadi syaraf-syaraf yang punya kepekaan luar biasa.

Dalam mencari gradasi, melalui siatu organ pada spesies mana pun telah disempurnakan, kita secara eksklusif harus melihat kepada nenek moyangnya yang langsung, tetapi hal ini hampir tak mungkin, sehingga kita terpaksa harus melihat pada sepesies-spesies lain dan genera dari kelompok yang sama, yaitu kepada spesies yang seketurunan dari bentuk induk yang sama, untuk dapat melihat gradasi apa yng mungkin, dan untuk kesempatan bebrpa gradasi yang telah diteruskan dalam kondisi tidak berubah. Tetapi keadaan organ yang yang sama di kelas-kelas yang berbeda mungkin secara kebetulan bisa menjelaskan langkah-langkah apa saja yang dengannya organ itu telah dismpurnakan.

Organ paling sederhana yang dapat dikatakan sebagai mata, terdiri dari syaraf optik, dikelilingi sel-sel pigmen dan ditutup dengan kulit yang bening, tetapi tanpa lensa atau alat refraktif lainnya. Malah, menurut M. Jourdan, kita boleh turun satu tangga lagi dan menemukan sejumlah sel-sel pigmen, yang rupanya berfungsi sebagai organ-organ penglihatan tanpa syaraf-syaraf, dan terletak hanya dalam jaringan sarkode. Mata dengan sifat sederhana seperti ini tidak mampu untuk melihat dngan jelas, dan hnaya berguna utnuk membedakan terang dari gelap. Pada bintang-bintang laut tertentu, bagian-bagian dalam lapisan pigmen yang mengelilingi syaraf, seperti yang digambarkan oleh M. Jourdan tadi, diisi oleh bahan gelatin yang tembus pandang, berproyeksi dengan permukaan yang cembung, seperti kornea pada binatang-binatang tingkat tinggi. Dia mengemukakan bahwa hal ini tidak berfungsi utuk membentuk suatu citra, tetapi untuk memusatkan sinar-sinar yang terang dan memberikan kemudahan bagi penerimaan. Dalam pemusatan sinar-sinar ini, kita memperoleh langkah pertama yang jelas sekali, dan sampai sejauh ini adalah paling penting dalam pembentukan sebuah mata yang benar-benar membentuk gambaran; sebab kita hanya perlu menempatkan ujung syaraf yang terbuka dari syaraf optik, yang pada bebrapa binatang tingkat rendah letaknya terkubur agak jauh si dalam badan, dan pada beberapa yang lin dekat ke permukaan, pada jarak yang tepat dari alat pemusatan, dan sebuah bayangan akan terbentuk padanya.

Pada kelas besar Articulata, kita dapat mulai dari sebuah sebuah syaraf yang sekedar berlapis pigmen, yang kadang membentuk semacam pupil, tetapi miskin akan lensa atau alat optik lainnya. Pada serangga, kini telah diketahui bahwa facet yang tak terhitung banyaknya pada kornea dari mata majemuk yang besar itu, membentuk lensa-lensa yang murni, dan bahwa termasuk dalam runjung-runjung ini, filamen-filamen syaraf yang termodifikasi secara ganjil. Tetapi organ-prgan pada Articulata ini begitu beragam, sehingga Muller dahulu membuat tiga kelas besar dengan tujuh subdivisi, disamping kelas keempat tentang kumpulan mata yang sederhana.

Jika kita melihat fakta-fakta ini, yang di sini diberikan secara terlalu singkat sehubungan dnegan kisaran berjenjang yang begitu luas dan bervariasi dari struktur dalam mata binatang-binatangtingkat rendah,dan bila kita ingat betapa sedikitnya jumlah semua bentuk yang mesih hidup dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang telah punah, kesukaran tidak lagi begitu besar untuk sampai pada keyakinan bahwa seleksi alam mungkin telah merubah alat sederhana dari sebuah syaraf optik, yang dilapisi pigmen dan diselubungi oleh selaput yang tembus pandng menjadi suatu alat optik yanf begitu sempurna seperti yang telah dimiliki oleh setiap anggota sari kelas Articulata.

Barangsiapa pernah memikirkan sampai sejauh ini, tidak usah ragu untuk melangkah lebih jauh lagi, bila dia pada waktu menamatkan buku ini, banyak menemukan kumpulan fakta yang tidak dapat dijelaskan dengan ”teori modifikasi melalui seleksi alam”. Dia seharusnya mengakui, bahwa suatu struktur yang sesempurna seperti mata elang pun, dengan teori terakhir ini tetap mungkin dapat dibentuk, sekalipun dalam kasus ni, dia tidak mengetahui kedaan-keadaan transisi itu.

Telah muncul pula keberatan lain, bahwa untuk memodifikasi mata dan tetap mempertahankannya sebagai alat yang sempurna, banyal perubahan harus dihasilkan secara bersamaan, yang diperkirakan tidak mungkin dapat dilkukan melalui seleksi alam. Untuk menjawab ini, sebagaimana telah saya coba buktikan dalam bab tentang variasi pada hewan peliharaan, adalah tidak perlu kita mengandaikan bahwa modifikasi-modifikasi itu semua berjalan bersamaan, bila modifikasi-modifikasiitu sangat kecil dan berkangsung lamban serta bertahap. Berbagai bentuk modifikasi juga akan berguna untuk tujuan umum yang sama, seperti telah dikatakan Mr. Wallace, ”bila sebuah lensa mempunyai fokus yang terlalu pendek atau terlalu panjang, lensa itu masih dapat diperbaiki dengan perubahan pada lengkung atau pada ketebalannya; bila lengkungan itu tidak beraturan, dan sinar-sinar bertemu pada satu titik, maka setiap peningkatan keteraturan pada lengkunagn akan mendatangkan perbaikan. Dengan demukian kontraksi iris dan gerakan otot-otot mata, keduanya tak penting bagi penglihatan, tetapi (yang dapat memperbaiki penglihatan) hanyalah perbaikan yang dapat ditambahkan dan disempurnakan pada setiap tingkat penyusunan kontruksi alat itu”

Dalam klasifikasi tertinggi dunia binatang, yaitu Vertebrata, kita dapat mulai dengan sebuah mata yang begitu sederhana, sehingga dia, seperti pada Lancelet, terdiri dari kantong kecil kulit tembus pandang, diperlengkapi dengan sebuah syaraf dilapisi pigmen, tetapi miskin akan alat-alat lain. ”Pada ikan dan reptil” sebagaimana dinyataka Owen, ”kisaran gradasi dari struktur-struktur optik jelas sangat besar.” Adalah suatu fakta penting, bahwa pada manusia pun, menurut pakar yang punya otoritas tinggi, Virchow, lensa kristal yang indah ini dibentuk dalam janin yang berada di baeah kulit. Tetapi untuk sampai pada kesimpulan yang benar mengenai pembentukan mata, dengan semua cirinya yang begitu mengagumkan meski tidak mutlak sempurna, sangat diperlukan bahwa akal harus mengalahkan imajinasi, tetapi saya merasa kesulitan sekaligus heran pada orang yang masih juga ragu untuk memperluas prinsip sleksi alam yang sebegiut jauh telah demikian mengejutkan.

Hampir tak mungkin dihindarkan untuk membandingkan mata dengan teleskop. Kita tahu bahwa alat yang namanya teleskop itu telah disempurnakan oleh usaha-usaha keras yang makan waktu lama dan terus-menerus oleh manusia-manusia dengan tingkat kecerdasan tinggi, dan tentu saja kita boleh menduga bahwa mata pun terbentuk dengan proses yang kurang lebih sama. Tetapi apa dugaan ini tidak terlalu lancang? Apakah kita berhak unutk mengandaikan bahwa Sang Pencipta bekerja dengan daya intelek sebagaiman manusia bekerja sesuai daya inteleknya untuk menciptakan teleskop? Bila dalam imajinasi kita harus menyamakan mata dengan sebuah alat optik, kita harus mengambil selapis jaringan tembus pandang yang tebal, dengan ruang-ruang yang diisi cairan, dan sebuah syaraf yang peka terhadap cahaya di bawahnya, lahan dalam kepadatannya sedemikian rupa, sehingga terbagi-bagi lagi menjadi lapisan-lapisan yang berbeda dalam kepadatan dan ketebalannya, yang ditempatkan pada beberapa jarak tertentu satu sama lain, maka dengan demikian permukaan setiap lapisan secara perlahan-lahan berubah bentuk.

Selanjutnya kita harus mengandaikan bahwa ada suatu daya yang dihadirkan oleh seleksi alam atau survival of the fittest, yang selalu menjaga secara sungguh-sungguh stiapperubahan kecil pada lapisan-lapisan yang tembus pandang itu; dan dengan hati-hati sekali memlihara setiap lapisan di dalam berbagai keadaan, dalam segala cara dan tingkat, cenderung untuk menghasilkan citra yang berbeda. Kita harus mengandaikan bahwa setiap keadaan baru dari alat itu akan berlipat-lipat sampai jutaan kali; setiap keadaan abru itu harus dijaga sampai lebih baik dihasilkan, dan yang lama semuanya dihancurkan. Pada makhluk hidup, variasi akan menyebabkan sedikit perubahan, keturunannya lalu akan melipatgandakan perubahan-perubahan ini sampai hampir tak terhingga banyaknya dan seleksi alam akan memilik setiap peningkatan dengan ketrampilan yang selalu tepat. Katakanlah proses ini berjalan terus selama berjuta-juta tahun; dan selama prosesitu, seleksi alam terjadi pada berjuta-juta individu dari pelbagai tingkatan makhluk. Kalau demikian, mungkinkah kita tidak percaya bahwa sebuah alat optikal yang hidup, dapat berbentuk secara lebih canggih, sebagaiaman karya Snag Pencipta adalah lebih canggih daripada karya-karya manusia?


Cara-cara Transisi

Andaikan dapat dibuktikan bahwa ada organ yang demikian rumit, namun tidak mungkin dapat dihasilkan oleh modifikasi kecil yang sangat banyak dan terus-menerus, maka teori saya akan gagal total. Tetapi saya tidak pernah menemukan kasus yang demikian. Sudah pasti, banyaklah organ yang kita tidfka ketahui tingkat-tingkat transisinya, terlebih lagi bila kita melihat pada spesies-spesies yang terkucil, yang menurut teori saya, banyak mengalami kepunahan. Atau lagi, bila kita mengambil suatu organ yang umum pada semua snggota dari suatu kelas, sebab salam kasus terakhir ini, ogran itu pada mulanya mesti terbentuk pada zaman dahulu kala, yang semenjak itu seluruh anggotanya yang banyak itu telah berkembang; dan untuk menemukan tingkat-tingkat transisi dini yang telah dilalui organ itu, kita harus meninjau kembali bentuk-bentuk nenek moyang purba yang telah lama punah.

kita harus hati-hati sekali dalam menarik kesimpulan, bahwa suatu organ tubuh tak dapat dibentuk oleh tingkat transisi terhadapa apapun. Banyak sekali kasus dapat diberikan tentang binatang-binatang dari tingkat rendah dengan organ yang sama, yang menjalankan fungsi-fingsi yang sama sekali berbeda pada waktu yang sama; demikian yang terjasi pada saluran pencrnaan makanan larva capung dan ikan Cobites dalam bernafas,mencerna dan melepas kotoran. Pada Hydra, binatang itu dapat dibalik sepeti baju (mengeluarkan bagian dalam menjadi luar), dan permukaan bagia luar akan mencerna dan lambung bernafas. Dalam kasus demikian, seleksi alam mungkin bekerja lebih khusus lagi, bila dengan begitu ada manfaat yang dapat doperoleh, seluruh atau sebagian dari sebuah organ, yang semula menjalankan dua fungsi, hanya untuk satu fungsi saja, dan dengan demikian, lewat langkah-langkah yang tak masuk akal sangat mengubah sifatnya. Banyak tumbuh-tumbuhan diketahui secara teratur mengahsilkan pada saat yang sama bunga-bunga dengan struktur yang berbeda, dan bila tumbuh-tumbuhan yang demikian itu darus menghasilkan satu macam bunga saja, suatu perubahan besar akan dihasilakan senagan ketiba0tibaan yang kompratif dengan sifat spesies itu. Akan teteapi, boleh jadi kedua macam bunga yang dihasilkan oleh satu tumbuhan yang sama, asal mulanya berbeda karena langkah-langkah perubahan kecil yang bertahap, mungkin masih terus berlangsung pasa beberapa kasus.

Lagi, dua organ yang berbeda, atau organ yang sama, dalam dua bentuk yang berbeda, mungkin secara brsamaan menjalanakan fungsiyang sama dalam individu yang sama, dan ini merupakan suatu cara transisi yang sangat penting. Contohnya, ada ikan yang meiliki insang atau branchiae yang menghirup yang menghirup udara yang larut dalam air pada waktu yang sama ketika mereka menghirup udara bebeas dalam kantong udara untuk memungkinkan berenang. Organ terakhir dibagi dua dengan pemisah berupa pembuluh dan memiliki sebuah ductus pneumaticus utnuk perbekalan udara.

Contoh lain dari dunia tumbuh-tumbuhan, yakni: tumbuh-tumbuhan merayap naik dengan tiga cara, dengan melilitkan diri secara spiral, dengan memgang sebuah penopang lewat sulur-sulurnya yang peka, dan dengan mengeluarkan akar-akar udara kecil. Ketiga cara ini biasanya terdapat pada kelompok-kelompok yang berbeda, tetapi beberapa spesies menunjukkan dua dari cara-cara itu, atau bahkan ketiga-tiganya, bergabung pada satu individu. Dalam semua kasus demikian, satu dari kadua organ mungkin telah siap utnuk dimodifikasi dan disempurnakan sedemikian rupa, untuk menjalankan semua pekerjaan selama proses modifikasi dengan dibantu oleh organ yang lain itu; kemusian pada gilirannya organ yang lain itu mungkin dimodifikasi pila utnuk tujuan lain yang sangat berbeda, atau sama sekali dilenyapkan.

Ilustrasi kantung udara pada ikan adalah contoh yang baik, sebab hal itu menunjukkan dengan jelas kepada kita sebuah fakta penting, bahwa sebuah organ yang asalnya disusun untuk suatu tujuan, yaitu pengambangan, dapat diubah menjadi duatu tjuan yang jauh berbeda, yaitu pernafasan. Kantung udara juga telah bekerja sebagai alat ekstra pda organ-organ pendengaran ikan-ikan tertentu. Semua pakar fisiologi mengakui bahwa kantung udara adalah homolog, atau ”secara ideal-teoretis serupa” dalam posisi dan struktur paru-paru binatang-binatang vertebrata yang lebih tinggi tingkatnya: maka tak ada alasan untuk meragukan bahwa kantung udara itu betul-betul telah menjadi paru-paru,atau sebuah organ yang secara khusus digunakan untuk pernafasan.

Menurut pandanagn ini dapat diambil kesimpulan, bahwa semua binatang vertebrata dengan paru-paru sejati adalah keturunan melalui penurunan yang biasa dari suatu prototipe purba yang tak diketahui, yang diperlengkapi dengan sebuah alat pelampung atau kantung udara. Dengan menarik kesimpulan dari gambaran Owen yang manerik tentang bagian-bagian ini, kita lalu dapat memahami fakta aneh bahwa setiap partikel makanna dan minuman yang kita telan harus melalui lubang trakea, dengan resiko jatuh ke dalam paru-paru, sekalipun terdapat alat canggih, dengannya glotis ditutup. Pada Vertebrata yang lebih tinggi, branchiae hilang sama sekali – tetapi di dalam bentuk embrio celah-celah pada sisi leher dana alur jalan erteri yang melingkar masih menandakan posisinya yang sama. Tetapi dapat diterima bahwa branchiae yang sekarang sama sekali hilang mungkin telah disisipkan oleh seleksi alam untuk suatu tujuan lain. Landois telah mneujukkan bahwa sayap-sayap serangga dikembangkan dari trakea; sebab itu sangat boleh jadi bahwa di dalam kelas besar ini, organ-organ yang pernah diguakan untuk pernafasan sungguh-sungguh telah dijadikan organ untuk terbang.

Dalam menyimak transisi organ-organ yang sanatlah penting untuk diingat kemungkinan adanya pergantian fungsi yang satu ke fungsi yang lain, sehingga di sini saya akan memberika satu contoh lagi. Cirripedes yang mempunyai penducul (bagian yang ramping bagai batang antara perut dan bagian tengah serangga) memiliki dua lipatan kecil, yang saya namakan ovigerous frena, yang gunanya melalui sekresi yang lengket, menahan telur sampai telur-telur itu menetas dalam kantung. Cirripedes ini tidak memiliki insang, seluruh permukaan badan dan kantungnya, bersama dengan frena kecil itu, berfungsi untuk bernafas. Sebaliknya, Balanidae atau Cirripedes yang menempel, tidak memiliki oviger-ous frena, telur-telurnya terletak lepas satu sama lain di dasar kantun, dalam cangkang yang tertutup rapat. Tetapi dengan posisi yang relatif sama dengan frena, salaput-salaput yang luas dengan banyak lipatan, yang secara bebasa berhubungan dengan lacunae dari kantung dan tubuh yang bersikulasi telah dianggap oleh para naturalis berfungsi sebagai branchiae. Nah, sekarang tidak ada orang yang memperdebatkan bahwa ovigerous frena dalam suatu keluarga adalah homolog dengan branchiae dari keluarga lain; sesungguhnya ovigerous frena dan branchiae saling mengisi satu sama lain. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa kedua lipatan kecil, yang semula berfungsi sebagai ovigerous frena, tetapi yang juga, sedikit-sedikit membantu dalam jalannya pernafasan, perlahan-lahan karena seleksi alam telah menjadi branchiae, hanya dengan peningkatan ukurannya dan pemusnahan kelenjar-kelenjar perekatnya. Bila semua, Cirripedes yang penduculata ini telah musnah atau telah lebih banyak mengalami pemusnahan daripada Cirripedes yang menempel, siapa yang pernah membayangkan bahwa branchiae pada keluarga yang disebut terakhir pada mulanya berfungsi sebagai organ untuk menjaga telur agar tidak terhanyut dari kantong?

Boleh jadi ada cara transisi lain, yaitu melalui peningkatan atau kelambanan waktu reproduksi. Hal inilah yang dikemukakan Prof. Cope dan pakar-pakar lain dari Amerika Serikat. Kini telah diketahui bahwa beberapa binatang dapat berkembang biak pada umur yang sangat dini, sebelum memperoleh sifat-sifat yang sempurna; dan bila daya ini menjadi betul-betul berkembang pada suatu spesies, boleh jadi tingkat pengembangan ke tahap dewasanya lama-lekamaan akan hilang, apalagi kalau bentuk larva misalnya, banyak berbeda dari bentuk dewasanya; dengan demikian, sifat-sifat spesies itu akan banyak berubah dan mengalami kemunduran.

Lagipula, tidak sedikit binatng, yang setelah mencapai kedewasaan, terus berubah sifatnya untuk hampir selam hidupnya. Bentuk tengkorak mamalia umpamanya, sering banyak berubah dengan betambahnya umur, tentang hal ini Dr. Murie memberikan contoh yang tepat dengan anjing laut. Semua orang tahu bahwa tanduk rusa jantan lebih bercabang-cabang dibanding rusa betina, dan bulu-bulu beberapan jenis burung semakin lama semakin halus, bila binatang-binatang ini bertambah tua. Prof. Cope menyatakan bahwa gigi-gigi pada kadal tertentu banyak sekali mengalami perubahan bersana dengan berlalunya waktu. Sebagaimana dilaporkan Fritz Muller, pada Crustacea bukan saja banyak bagian-bagian tak berarti, melainkan justru beberapa bagian penting, mengambil sifat-sifat baru setelah dewasa.

Dalam kasus-kasus demikian - dan masih banyak sekali yang dapat diberikan – bila umur reproduksi diperlambat, sifat-sifat spesies yang dewasa, paling tidak dalam keadaan dewasa, akan berubah; juga tidak mungin bahwa perkembangan tingkat-tingkat yang terdahulu dan lebih awal, dalam beberapa hal akan dilewati secara terburu-buru dan keudian hilang. Apakah spesies sering atau pernah berubah melalui transisi yang relatif sekonyong-konyong? Saya tidak dapat membrikan sebuah opini; teteapi andaikan hal itu toh terjadi, maka boleh kadi perbedaan-prbedaan antara yang muda dan yang dewasa, dan antara yang dewasa dengan yang tua, dahulunya diperoleh lewat langkah-langkah yang bertahap.


Kesukaran-kesukaran Khusus mengenai Teori Seleksi Alam

Sekalipuh kita sangat brhati-hati dalam membuat kesimpulan bahwa setiap organ tak dapat diproduksi dengan tingkat-tingkat transisi kecil dan berturut-turut, namun faktanya memang banyak terjadi kasus-kasus kesukaran yang seruis.

Salah satu kasus yang paling serius adalah kasus serangga yang netral (tidak jantan, tidak betina), yang sering mempunyai struktur yang berbeda dari jantan maupun betina yang subur, tetapi kaus ini akan kita bahas dalam abab berikut nanyi. Organ-organ bermuatan listrik ikan0iakn juga menghadapkan kita pada kasus kesukaran; karena adalah tak mungkin untuk dimengerti dengan langkah apa organ-organ yang menakjubkan ini telah dihasilkan. Tetapi hal ini sebenarnya tidaklah mengherankan, sebab kita tahu untuk apa saja gunanya organ-organ listrik itu. Pada Gymnotus dan Torpedo organ-organ lidtrik ini pastilah berfungsi sebagai alat yang sangat handal untuk pertahanan, mungkin pula untuk menjerat mangsa, teteapi pada Ray, sebagaimana telah diamati oleh Matteucci, sebuah orghan yang serupa pada ekor, memuat hanya sedikit listrik, sekalipun binatang itu sedang sangat jengkel; begitu kecilnya sehingga alat ini hampir tak ada gunanya untuk tujuan-tujuan yang disebut di atas tasi. Juga dalam Ray, disamping organ yang baru saja disebut, Dr. R. Donnel juga menyebutkan adanya organ lain dekat kepala, yang semula tidak diketahui bermuatan listrik, tetapi ternyata benar-benar homolog dengan baterei listrik pada Torpedo. Secara umum diakui bahwa antara kedua orgna ini dan otot biasa terdapat analogi yang erat dalam struktur intinya, dalam distribusi syaraf-syarafnya dan dalam cara bagaimana organ-organ ini dipengaruhi oleh berbagai bahan reaksi.

Sebaliknya secara khusus ditemukan pula bahwa kontraksi otot disertai tindakan melepas kan muatan listrik, sebagaimana Dr. Radcliffe berikeras bahwa, ”dalam alat listrik torpedo pada saat istirahat rupanya akan terdapat aliran listrik; dan dalam segala segi, seperti apa yang ditemui pada oto dan syaraf saat istirahat, dan pelepasan muatan listrik pada torpedo, bukan merupakan keanehan, mungkin hanyalah bentuk lain dari pelepasan muatan listrik yang bergantung kepada tindakan otot dan syaraf penggerak”.

Lebih daripad itu, pada saat ini kita tidak dapat terus memeberi keterangan, tetapi karena pengetahui kita begitu sedikit mengenai kegunaan organ-organ ini, dan karena kita tidak tahu apa mengenai kebiasaan dan struktur nenk moyang ikan-ikan bermuatan lsitrik yang ada sekarang, akan terlalu berani rasanya bertahan bahwa tidak ada transisi-transisi yang dapat dirujuk yang memberikan kemungkinan dengannya organ-organ itu dahulu mungkin berkembang secara bertahap.

Organ-organ ini rupa-rupanya menghadapkan kita pada kesukaran lain yang jauh lebih serius; sebab kesukaran ini terjadi pada sekitar selusin jenis ikan, yang satu sama lain jauh pertaliannya. Bila organ yang sama ditemukan pada beberapa anggota dari kelas yang sama, terutama bila terdapat pada anggota yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan hidup yang sangat berbeda, kita secara umum mungkin dapat merncari penyebabnya pada pewarisan dari nenek moyang yang sama; dan bila hal itu tidak ada, tentulah pada beberapa anggotanya yang menghilang karena tidak berguna atau karena seleksi alam. Sehingga bila organ-orga listrik itu didapat sebagai warisan dari suatu nenek moyang kuda, kita boleh menduga bahwa semua ikan listrik akan mempunyai hubungan khusus satu sama lain.

Tetapi hal ini jauh dari faktanya. Juga goelogi tidak membawa kita pada keyakinan kita bahwa kebanyakan atau hampir semua ikan, dahulu memiliki organ-organ listrik tetapi sekarang telah hilang pada keturunannya yang sekarang telah termodifikasi. Namun, apabila kita memperhatikan masalahnya lebih teliti, kita akn temukan beberapa ikan diperlengkapi dengan organ-organ listrik, dan organ-organ ini terletak pada bagian yang berbeda dari tubuh,sehingga organ-organ ini berbeda dalam konstruksinya, seperti pada sususan kepingan sisik-sisiknya, dan menurut Pacini, dalam proses atau cara yang dengannya listrik dirangsang, dan akhirnya dengan disuplainya lewat saraf-saraf yang datang dari sumber-sumber ayng berbeda, ini barangkali adalah yang paling penting dari semua perbedaan tersebut. Dari sebab itu, pada beberapa ikan yang diperlengkapi dengan organ-organ listrik, perbedaan ini tidak dapat dianggap homolog tetapi hanya analog dalam fungsi. Jadi, tak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa ikan-ikan itu memperoleh warisan dari nenek moyang bersama; sebab andaikan ini kasusnya ikan-ikan ini akan sangat mirip satu dengan yang lain dalam segala hal. Jadi kesukaran mengapa suatu organ, yang tampaknya sangat mirip, muncul pada spesies yang jauh atau sudah hilang pertaliannya, meninggalkan kesukaran yang berkurang, tetapi masih tetap berat, yaitu; dengan langkah bertahap apa organ-organ ini telah berkembang dalam masing-masing kelompok ikan yang telah terpisah itu?

Organ-organ penerang seperti lampu pada beberapa serangga, termasuk anggota-anggota keluarga yang sangat berbeda, dan terletak pada bagian-bagian yang berbeda dari tubuhnya, menghadapkan kita sekarang ini pasda ketidak-tahuan, suatu kesukaran yang hampir pararel dengan kesukaran mengenai organ-organ listrik pada ikan tadi. Kasus-kasus lain yang sama dapat diberikan, umpamanya pada tumbuh-tumbuhan, alat aneh yang sejumlah besar serbuk sari, ditunjang oleh penopang batang dengan kelenjar perekat, jelas adalah sama pada Orchis dan Asclepias – genera yang mempunyai kemungkinan paling jauh diantara tumbuh-tumbuhan berbunga; tetapi disini jugabagian-bagian itu tidak homolog.

Pada semua kasus makhluk hidup, yang jauh berbeda dejatnya satu sama lain dalam skala organisasi, tetapi diperlengkapi dengan organ serupayang aneh, akan ditemukan bahwa sekalipun penampilan dan fungsi umum organ-organ itu mungkin sama,namun perbedaan-perbedaan mendasar antara organ-organ dapat dideteksi. Umpamanya, mata Cephalopoda atau ikan sotong dan mata binatang vertebrata tampak sangat mirip, dan pada kelompok-kelompok yang begitu terpisah, tidak satu bagian pun dari keserupaan ini disebabkan oleh pewarisan dari nenek moyang yang bersama. Mr. Mivart lebih jauh telah menganggap kasus ini sebagai saalh satu kesukaran khusus, tetapi saya tidak dapat melihat kekuatan argumennya. Sebuah organ untuk penglihatan pastilah dibentuk oleh jaringan tembus pandang, dan harus memiliki sebuah lensa untuk dapat membentuk suatu bayangan dibelakang kamar gelap. Lebih dari kemiripan dangkal ini, hampir tidak ada kesamaan yang benar-benar nyata antara mata ikan sotong dan vertebrata, sebagaimana dapat dilihat dengan memeriksa catatan Hensen yang mengagumkan mengenai organ-organ ini pada Cephalopoda. Tak mungkin disini saya membahas sampai sekecil-kecilnya, tetapi saya dapat merinci beberapa pokok perbedaannya. Lensa hablur dalam mata ikan sotong tingkat lebih tinggi, terdiri dari dua bagian;terletak satu di belakang yang lain seperti dua lensa, keduanay memiliki sruktur dan penempatan yang sangat berbeda dengan yang terdapat pada vertebrata. Retina itu seluruhnya lain, dengan suatu pembalikan dari bagian-bagian yang mendasar dengan simpul urat syaraf yang termasuk membran mata. Hubungan antar otot-otot berbeda sejauh dapat dipahami, demikian juga dengan hal lain-lain. Oleh karena itu, tidak terlalu mudah untuk menentukan sampai seberapa jauh istilah-istilah yang sama harus digunakan untuk menggambarkan mata Cephalopoda dan vertebrata.

Tentu saja, terbuka bagi siapa pun untuk menolak bahwa mata salah satu dari dua kasus ini dapat berkembang oleh seleksi alam lewat variasi-variasi kecil secara berurutan; tetapi bila hal ini diterima pada satu kasus, jelas memungkinkan bagi kasus yang lain, dan perbedaan-perbedaan mendasar pada struktur organ-organ penglihatan dua kelompok itumungkin dapat diantisipasi, sesuai dengan cara pemebentukan mata mereka itu. Seperti kadang terjadi dua orang yang masing-masing berhasil dalam suatu penemuan hal yangsama, demikian pula dalam kasus-kasus yang disebut pertama, rupa-rupanya seleksi alam yang bekerja demi kebaikan setiap makhlutk, mengambil manfaat dari semua perubahan yang mneguntungkan, lalu menghasilkan organ-organ yang sama, sejauh berhubungna dengan fungsinya pada makhluk hidup yang berbeda, yang tidak memiliki struktur warisan yang sama dengan struktur warisan nenk moyang bersama mereka.

Untuk mengui-coba kesimpulan-kesimpulan itu, Fritz Muller dalam volume ini, telah mengikuti dengan sangat teliti garis srgumentasi yang hampir sama dengan ini sampai selesai. Beberapa famili Crustaceae, termasuk bebrapa spesies, memiliki alat untuk menghirup udara, dan dipersiapkan utnuk hidup di luar air. Pada dua dari famili Crustaceae ini yang diteliti oleh Muller, dan yang hampir bertalian satu sama lain, spesies-spesies itu cocok dan dekat dalam ciri-cirinya yang penting, yaitu dalam organ-organ indera, sistem peredaran darah, dan akhirnya pad seluruh struktur branchiae untuk bernafas dalam air, bahkan sampai pada sangkutan-sangkutan mikroskopik dengannya branchiae ini dibersihkan. Karena itu dapat dibuat dugaan bahwa pada beberapa spesies kedua famili itu yang hidup di daratan, alat penghirup udara yang sama-sama pentingnya ini akan sama. Itu sebabnya mengapa alat sati ini, yang diberikan utnuk tujuan yang sama, dibuat berbeda, sedangkan semua organ penting yang lain, akan sama atau identik.

Fritz Muller membantah bahwa kesamaan dekat dalam beberapa hal pada struktur ini, menurut apa yang saya ajukan, mesti disebabkan karena diturunkan dari nenk moyang bersama. Tetapi karena mayoritas besar spesies ini dalam dua famili yang disebut di atas tadi, maupun pada kebanyakan Crustaceae lain, mempunyai kebiasaan akuatik, kemungkinannya kecil, bahwa nenek moyang bersama Crustaceae telah mengalami modifikasi untuk menghirup udara.

Jadi karena hal ini Muller secara hati-hati meneliti organ itu pada spesies yang menghirup udara, dan dia menemukan bahwa masing-masing organ itu berbeda dalam bebrapa hal penting, seperti posisi lubang-lubang pada mulut, caranya lubang mulut tertutup dan terbuka, dan pada bebrapa detail oragan tambahan. Sekarang perbedaan seprti itu dapat dimengerti, bahkan dapat dibuat dugaan bahwa spesies yang termasuk famili-famili yang berbeda, secara prlahan-lahan telah menyesuaikan diri untuk hidup lebih banyak di luar air dan menghirup udara.

Karena spesies-spesies ini termasuk keluarga-keluarga yang berbeda, sehinga jelas berbeda dalam batas-batas tertentu, dan menurut prinsip bahwa sifat setiap variasi bergantung pada dua faktor, yaitu, sifat organisasi dan kondisi-kondisi lingkunagn sekitarnya, maka variabilitas mererka pastilah tidak akan persis sama. Karena itu seleksi alam akan memperoleh materi-materi atau variasi fungsinya, dan struktur yang diperoleh secara demikian hampir selalu berbeda. Sedangkan berdasar hipotesis peciptaan sebagai tindakan terpisah satu dari yang lain, seluruh kadud tetap akan tidak dapat dimengerti. Alasan-alasan saya inilah yang tampaknya telah banyak mempengaruhi Muller utnuk menerima pandangan-pandangan yang saya pertahankan dalam buku ini.

Seorang pakar zoologi lain, Professor Claparede, telah mengikuti jalan argumentasi yang sama, dan sampai pada hasil-hasil yang sama. Dia menunjukkan bahwa ada kutu-kutu parasit (Acariade) yang termasuk sub-famili dan famili berbeda, yang diperlengkapi dengan bulu klasper (pencengkram). Organ-organ ini mestinya telah berkembang sendiri, karena tidak mungkin diturunkan dari nenek moyang bersama. Pada bebrapa kelompok organ-organ ini dibentuk dengan perubahan pada kaki depan, pada kaki belakang, pada maxille datau bibir dan pada anggota badan di bawah bagian belakang badan.

Pada kasus-kasus di muka tadi, kita melihat akhir yang sama diperoleh, dan fungsi yang sama terjadi pada makhluk-makhluk yang sama sekali tidan punya hubungan atau jauh pertaliannya, melalui organ-organ yang dalam entuk, sekalipun tidak dlam perkembangannya, dekat persamaannya. Sebaliknya, adalah suatu aturan umum di seluruh alam bahwa akhir yang sama harus diperoleh, kadang-kadang pada kasus makhluk-makhluk yang erat pertaliannya, sekalipun dengan berbagai cara. Betapa berbeda konstruksi sayap berbulu dari seekor bturung dengan sayapselaput seekor kelelawar. Dan lebih lagi, betapa bedanya empat sayap seekor kupu-kupu, kedua sayap seekor lalat dan kedua sayap dengan elytra seekor kumbang. Kerang-kerang bivalve (dua kutub) dirancang utnuk membuka dan menutup, tetapi pada bebrapa jenisnya, jumlah pola engselnya dikonstruksi dari gigi-gigi; seekor Nucula yang berderet panjang dan sambung-menyambung sampai pada ikat sendi yang sederhana seekor Mussel (remis).

Pada tumbuhan, karena kecilnya, biji-biji disebarluaskan dalam kapsul-kapsul yang dijadikan sampul yang rungannya seperi balon; atau diletakkan dalam daging buah, yang dibentuk dari macam-macam bahan yang bergizi maupun diberi warna yang mencolok agar menarik utnuk dimakan bururng; atau memilki bermacam-macam model pengait dan tutup yang bergerigi agar dapat melekat di tubuh binatang berkaki empat; atau diperlengkapi engan sayap dan bulu yang bentuknya berbeda-beda, ringan lagi indah, sehingga mudah dibawa terbang oleh hembusan angin.

Saya akan memberikan satu contoh lagi, sebab topik tentang akhir yang sama, yang diperoleh dengan berbagai cara patut mendapat perhatian kita. Beberapa penulis bersikeras bahwa makhluk-makhluk hidup telah dibentuk dengan banyak jalan hanya demi zirietas, nyaris seperti alat-alat mainan dalam sebuah toko. Pandangan yang demikian tentang alam jelas tidak masuk akal. Perihal tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kelamin terpisah, dan tumbuhan yang hermafrodit, serbuk sari tidak jatuh dengan sendirinya pada kepala putik (stigma). Suatu bantuan perlu untuk pembuahannya. Dengan berbagai amacam cara, serbuksari yang ringan itu dihembuskan engin hanya karena kebetulan ke kepala putik, dan hal ini adalah cara paling sederhana yang dapat dijalankan. Suatu cara yang sama sederhananya, meskipun sangat berbeda terjadi pada tumbuh-tumbuhan, yang memiliki bunga simetris – yang mengeluarkan beberpa tetes madu, dan karenanya didatangi serangga dan serangga-srangga inilah yang pada gilirannya mengangkut serbuk sari dari kepala sari (anther) ke kepala putik (stigma).

Dari tingkat yang sederhana ini, kita menemukan oragan-organ yang sangat banyak jumlahnya; semuanya untuk tujuan yang sama, dan dihasilkan dengan dasar-dasar yang sama, tetapi memerlukan modifikasi pada setiap bagian bunga itu. Madu dapat disimpan dalam berbagai macam bentuk tempat; benang sari dan putik dimodifikasi dengan banyak jalan. Kadang-kadang organ-organ ini seperti alat jebak, dan kadang-kadang mampu utnuk membuat gerakan yang disesuaikan secara sederhana melalui rangsangan dan kelenturan.

Dari struktur-struktur yang demikian, kita dapat sampai pada kasus-kasus penyesuaian ayng sangat istimewa, seperti yang belum lama ini digambarkan oleh Dr. Cruger tenatng anggrek Coryanthes. Bagian dari labelum atau bibir bawah bunga anggrek ini menjadi skung mirip sebuah wadah besar, ke dalamnya jatuh titik air yang hampir murni secara terus menerus dari 2 terompet di atasnya yang mengeluarkannya. Dan bila wadah itu sudah setengah penuh, air itu akan melimpah ke luar dengan suatu pancuran ke satu sisinya. Bagian dasar labelum ada di atas wadah, dan labelum itu sendiri mencekung – menjadi seperti suatu ruang dengan dua pintu masuk di sampingnya; dan dalam ruangan ini terdapat kambi-kambi (ridges) yang bedaging dan tampak aneh. Pengamat yang sangat pintar pun, bila tidak menyaksikan sendiri apa semua bagian itu. Tetapi Dr. Cruge melihat, bahwa sekumpulan kumbang (humble-bees), mengunjungi bunga-bunga anggrek besar ini, bukan untuk menghisap madu tetapi untuk menggrogoti kamb-kambi dalam ruangan di atas wadah itu. Dalam melakukannya, kumbang-kumbang ini sering salaing mendorong saat masuk ke dalam wadah itu, dan karena sayap kumbang-kumbang ini menjadi basah, mereka lalu tidak bisa terbang, dan terpaksa harus merangkak dari jalur yang dibentuk oleh pancuran atau limpahan air tadi.

Dr. Cruge lalu melihat ”iring-iringan” kumbang yang merangkak keluar dari mandi yang tak disengaja itu. Jalur itu sempit dan ditutup dengan ”tugu”, sehingga jika seekor kumbang memaksakan diri untuk keluar, mula-mula dia menggosokkan punggungnya ke kepala putik yang lengket, dan kemudian pada kelenjar ketul-ketul serbuk sari yang lengket. Ketul-ketul serbuk sari itu lengket pada punggung kumbang yang ”kebetulan” merangkak keluar melalui lorong sekuntum bunga yang sedang mekar, dan dengan begitu serbuk sari itu terbawa. R. Cruge mengirim pada saya bunga anggrej dalam larutan anggur, dengan seekor lebah yang terbunuh sebelum sia sempat merangkak keluar, dengan serbuk sari lenfkrt pada punggungnya. Bila sang kumbang pergi dengan bekal itu, lalu terbang ke bunga lain, atau ke bunga yang sama untuk kedua kalinya, dan didorong oleh teman-temannya ke dalam wadah dan merangkak ke luar lorong, ketul serbuk sari pertama tentu akan bersentuhan dengan putik yang lengket di punggungnya dan bunga itu dibuahi.

Akhirnya sekarang kita melihat kegunaan setiap bagian bunga itu sepenuhnya muali dari trompet yang mengeluarkan air, wadah yang setengah penuh air, yang memandikan kumbang-kumbang sehingga sulit untuk terbang, dan memaksa kumbang-kumbangini merangkak kaluar dari pancuran, dan bergogokan dengan ketul-ketul serbuk sari dan kapala pituk yang lengket dan ditempatkan secara tepat.

Konstruksi bunga anggrek yang dekat pertaliannya, yaitu Catastum, adalah sangat berbeda; sekalipun mempunayi tujuan yang sama, namun caranya juga unik. Kumbang-kumbang mengunjungi bunga-bunga ini, seperti pada Coryanthes, untuk menggerogoti labelum; dan ketika melakukannya, kumbang-kumbang tanpa sengaja menyentuh projeksi panjang runcing yang ujungnya amat peka, yang saya sebut saja, antena. Antena ini jika dusentuh, akan mengirimkan suatu sensasi atau vibrasi pada selaput tertentu yang dengan segera pecah; hal ini membebaskan sebuah pegas, dengannya ketul-ketul serbuk sari dilepadkan dngan kencang, seperti sebuah anak panah, dengan arah yang tepat, dan menempel dengan ujungnya yang terbuka pada punggung (dorsal) kumbang. Jadi ketul-ketul serbuk sari tumbuh-tumbuhan jantan (sebab anggrek ini memiliki kelamin yang terpisah) dibawa kepada tumbuhan yang betina, tempat dia diprtemukan dengan kepala putik, yang cukup lengket untuk mematahkan benang-benang elastis tertentu, dan dengan menahan serbuk sari, pembuahan terjadi.

Kita boleh jadi bertanya-tanya, bagaimana dengan contoh-contoh di atas tadi yang bagitu banyak, kita dapat memahami skala bertahap kerumitan adan cara-cara yang beraneka ragam untuk memperoleh akhir yang sama? Tanpa ragu menjawabnya, sebagaimana telah diisyaratkan, adalah bahwa jika dua bentuk talah berubah, yang sedikit saja perbedaannya satu sama lain, variabilitasnya itu tidak akan sama benar sifatnya, dan oleh karena itu hasil-hasil yang diperoleh melalui seleksi alam untuk tujuan umum yang sama, juga tidak akan sama. Kita harus ingat bahwa setiap organisme yang telah berkembang ke tahap yang lebih tinggi, telah menjalani banyak modifikasi; dan setiap struktur tubuhnya yang telah dimodifikasi cenderung untuk diwariskaan, sehingga setiap modifikasi tidak akan dengan mudah hilang sama sekali, tetapi mungkin dimodifikasi lebih lanjut. Oleh kare itu struktur tubuh dari masing-masing spesies, untuk tujuan apa saja dia gunakan, adalah jumlah dari banyaknya modifikasi yang diwariskan. Melaluinya spesies menuju – selama penyesuaiannya yang berturut-turut – kepada kebiasaan dan kondisi kehidupan yang berubah.

Akhirnya dalam banyak kasus di atas, sanagt sukar untuk menduga, melaui peralihan-peralihan apa organ-organ itu mencapai keadaannya yang sekarang., mengingat betapa kecilnya perbandingan dapat diperoleh dari bentuk-bentuk yang masih hidup dan diketahui dengan yang punah dan tak diketahui. Saya telah dibuat sangat heran, betapa sulitnya memberi nama sebuah organ. Sebab terhadapanya diketahui tidak ada suatu tingkat peralihan yang menyebabkannya. Memang benar, bahwa organ-organ baru yang tampak seperti diciptakan untuk suatu tujuan khusus, jarang atau tidak pernah muncul dalam makhluk apapun. Hal ini ditunjukkan oleh pepatah tua, tetap agak berlebihan, dalam sejarah alam ”Natura non facit saltum:. Kita jumpai pengakuan ni dalam tulisan-tulisan hampir semua naturalis berpengalaman. Atau sebagaimana diungkapkan secara tepat oleh Milne Edwards, ”Nature in prodigal in variety, but niggard in innovation” (alam itu pemurah dalam varietas tetapi pelit dalam temuan baru). Berdasarkan teori Penciptaan, mengapa terdapat begitu banyal varietas dan begitu sedikit hal-hal baru yang sesungguhnya? Mengapa semua bagian san organ banyak makhluk yang berdiri sendiri, ayng masing-masing dianggap diciptakan terpisahuntuk tempatnya yang layak dalam alam, begitu saling terkait secara umum, lewat langkah-langkah bertahap. Mengapa alam tidak meloncat tiba-tiba dari struktur ke struktur? Berdasar teori seleksi alam, kita dapat mengerti dengan jelas, mengapa tidak begitu. Sebab seleksi alam hanya bertindak dengan mengambil ksempatan dari variasi-variasi kecil berurutan. Alam tidak akan pernah mengambil langkah besar dan tiba-tiba, tetapi maju dengan langkah-langkah pendek tapi pasti, meskipun lambat.


Organ-organ yang Tampak Kurang Prnting Sebagaimana Dipengaruhi Seleksi Alam

Karena seleksi alam bertindak melalui kehidupan dan kematian – dengan berpegang pada prinsip ”siapa yang terkuat, dialah yang menang” (survival the fittest), dan melalui penahnya individu-individu yang kurang kuat – kadang-kadang saya jumpai kesulitas besar dalam memahami asal-usul atau formasi bagian-bagian tubuh yang kurang penting. Nyaris sama besar, meskipun sangat berbeda, sebagaimana kasus organ-organ yang sangat senpurna dan rumit.

Pertama-tama, kita terlalu awam dalam hal keseluruhan ekonomi makhluk hidup apa pun, untuk dapat mengatakan modifikasi-modifikasi kecil apa yang penting atau tidak penting. Dalam Bab I yang lalu saya telah memberikan contoh sifat-sifat yang sangat sepele, seperti ulu halus pada buah-buahan dan warna daging buahnya, warna kulit dan rambut hewan berkaki empat. Yang disebut terakhir – karena berkaitan dengan perbedaan-perbedaan konstitusional atau karena berperan dalam serangan-serangan serangga – mungkin dapat dipastikan dilakukan oleh seleksi alam.

Ekor jerapah tampak seperti pengusir lalat yang dikonstruksi secara buatan. Mula-mula tampaknya tak msuk akal bahwa ekor tersebut barangkali diadaptasi untuk tujuannya yang sekarang, melalui modifikasi-modifikasi kecil berturut-turut, makin lama semakin sesuai, untuk sasaran yangbegitu remeh seperti mengahalau lalat. Namun kita harus diam sejenak sebelum bersikap terlalu posistif, bahkan dalam kasus ini, sebab kita tahu bahwa penyebaran dan keberadaan ternak dan hewan-hewan lain di Amerika Selatan mutlak tergantung pada kemampuannya untuk menanggulangi serangan serangga. Sehingga individu-individu yang dengan berbagai cara dapat membela dirinya terhadap musuh-musuh kecil ini, akan mempu merumput di padang-padang hijau dan dengan demikian mendapat keuntungan besar. Bukanlah soalnya, bahwa hewan-hewan berkaki empat yang lebih besar benar-benar binasa (kecuali dalam beberapa kasus langka) oleh lalat, tetapi mereka diganggu terus-menerus dan kekuatannya manurun. Dengan demikian mereka lebih rentan terhadap penyakit, atau kurang mampu dalam masa paceklik untuk mencari makan, atatu meloloskan diri dari hewan-hewanb pemangsa.

Organ-organ yang sekarang sangat kecil arti-pentingnya, dalam beberapa kasus mungkin pernah penting sekali bagi nenek moyang yang awal. Setelah organ-organ tersebut perlahan-lahan makin sempurna dalam periode dahulu, telah ditransmisikan ke dalam spesies yang ada, dalam keadaan yang hampir sama, meskipun sekara sangat sedikit sipakai. Tetapi setiap penyimpangan struktur mereka yang benar-benar merusak, sedah tentu dicegah oleh sleksi alam.

Melihat betapa pentignya ekor sebagai sebuah organ penggerak pada kebanyakan hewan akuatik, kehadiran umunya dan kegunaannya untuk banyak tujuan pada bagitu banyak hewan darat, yang dlam paru-paru atau kantung renangnya memperlihatkan asal-usul skuatiknya,barangkali dapat dijelaskan demikian. Ekor yang berkembang biak yang telah berbentuk pada hewan aquati, selanjutnya mungkin dioperasikan untuk segala macam keperluan – sebagai pemukul lalat, sebagai organ pemegang (rehension) atau sebagai pembantu ketika membelok, seprti pada anjing, meskipun bantuan dalam hal terakhir ini tentulahj kecil, sebab kelinci besar (hare), yang hanpir tak berekor, dapat berbalik arah lebih cepat.

Kedua, kita mudah terkecoh bila merujukkan arti-penting pada ciri-ciri, dan percaya bahwa ciri-ciri itu telah berkembang melalui seleksi alam. Kita sama sekali tidak boleh mengabaikan dampak-dampak tindakan definitif kondisi-kondisi kehidupan – yaitu apa yang disebut variasi-variasi spontan –juga kecenderungan siri-siri yang sudah lama hilan, untuk kembali lagi – demikian pula tentang hukum-hukum pertumbuhanyang kompleks, seperti korelasi, kompensasi, tekanan bagian yang satu atas bagian yang lain, san sebagianya – dan akhirnya seleksi kelamin, yang di dalamnya, ciri-ciri yang berguna untuk satu jenis kelamin sering diperole, kemudian ditularkan kepada jenis kelamin yang lain, walaupun baginya tiadk berguna. Tetapi struktur-struktur yang diperoleh secara tidak langsung seperti itu, meskipun mula-mula tidak ada manfaatnya bagi suatu spesies, selanjutnya mungkin dimanfaatkan oleh keturunannya ynag termodifikasi, dalam kondisi kehidupan yang baru dan kebiasaan-kebisaan baru yang diperolehnya.

Apabila burung pelatuk hijau saja yang ada, sedangkan kita tidak tahu bahwa banyak yang hitam dan jenis-jenis yang berwarna campuran, saya berani mengtakan bahwa kita akan berfikir warna hijau adalah adaptasi yang bagus untuk menyembunikan burung-burung yang sering hinggap di pepohonan ini dari musuh-mushnya. Akibatnya, warna itu dianggap ciri yang penting dan dicapai melalui seleksi alam, padahal mungkin, sebagaimana kenyataanya, warna itu terutama berkat seleksi kelamin. Sebuah pohon palma yang berekor di Kepulauan Melayu memanjati pohon-pohon yang paling tinggi dengan bantuan pengkait-pengkait yang terkontruksi sangat bagus, dan mengelompok di ujung-ujung dahannya. Alat piranti ini, tidak diragukan, sangat berguna sekali bagi tanaman tersebut. Tetapi karena kita melihat banyak pengkait yang hampir sama di banyak pohon yang bukan pemanjat, dan yang karena tidak ada alasan percaya mengingat pada spesiesnya yang berduri di Afrika dan Amerika, berfungsi sebagai pertahanan terhadap hewan-hewan berkaki empat yang makan tunas-tunas, seperti dapat kita lihat, maka paku-paku atau pengkait-pengkait paa pohon palma ttadi mula-mula mungkindikembangkan demi tujuan ini. Kemudian setelah menjadi makin sempurna dan dimanfaatkan oleh tanaman tersebut sementara menjalani modifiksi-modifikasi lebih lanjut, lalu manjadi pemanjat. Kebotakan di kepala burung elang pada umunya dianggap sebagai adaptasi langsung untuk bergelimang dalam tempat busuk (bangaki), dan barangkali memang demikian. Atau mungkin karena akibat langsung bahan-bahan bsuk. Tetapi kita harus sangat hati-hati dalam menarik kesimpulan demikian, kalau kita melihat bahwa bagian-bagian ats kepala kalkun jantan yang makanannya bersih pun juga botak.

Sambungan-sambungan di batok kepala mamalia muda telah diajukan sebagai adaptasi yang bagus untuk membantu proses kelahiran. Tak diaragukan, sambungan-sambungan tersebut mempermudah atau mngkin sangat diperlukan untuk proses tersebut. Tetapi karena sambungan-sambungan terdapat di batok kepala burung-burung dan reptil-reptil muda jua, yang hanya perlu keluar dari pecahan telur, kita dapat menyimpulkan bahwa struktur ini timbul dari hukum-hukum pertumbuhan, lalu dimanfaatkan dalam proses kelahiran hewan-hewan tingkat tinggi.

Kita sangat awam tentang penyebab setiap variasi kecil atau perbedaan individual dan kita segera dibuat sadar akan hal ini, bila kita coba renungkan perbedaan-perbedaan antara keturunan-keturunan hewan pliharaan kita di bebagai negeri – lebih khusus lagi di negeri-negeri yang belum begitu tinggi peradabannya, yang belum banyak mengadakan seleksi metodologis. Hewan-hewan yang dipelihara oleh kaum yang belum tinggi peradabannya di berbagai negara, sering harus berjuang untuk penghidupannya sendiri dan tergantung sampai batas tertentu pda seleksi alam. Individu-individu yang memiliki keadaan fisik yang agak berbeda akan paling berhasil dalam iklim yang berubah-ubah. Mengenai kerawanan ternak terhadap serangan lalat, terkait senagn warnanya, demikian pula kecenderungan untuk terkena racun beberapa tanaman tertentu, sehingga warna pun dengan demikian berada di bawah pengaruh seleksi alam. Bebrapa pengamat yakin bahwa suatu iklim lembab berdampak pada pertumbuhan rambut, dan bahwa rambut berkorelasi dengan tanduk.

Keturunan yang dibesarkan di pegunungan selalu berbeda dengan yang di dataran rendah. Suatu negeri yang bergunung-gunung mungkin akan memberi dampak pada kaki belakang hewan, karena lebih banyak digunakan; mungkin bentuk panggul pun terpengaruh. Kemudian menurut hukum variasi homologis, kaki depan dan kepala mungkinterkena dampak pula. Bentuk panggulnya pun boleh jadi ikut mempengruhi bentuk beberapa bagian janin dalam rahim karena tekanannya. Pernafasanan yang berat yang diperlukan di kawasan-kawasan tinggi cenderung, sebagaimana kita punya alasan kuat untuk percaya, memperlebar ukuran rongga dada.

Sekali lagi korelasi bakal berperan. Dampak organ yang kurang digunakan, bersamaan dengan pangan yang melimpah ruah pada keseluruhan organisasi, barangkali masih tetap lebih penting. Dan ini, sebagaimana ditunjukkan oleh H. von Nanthusius dalam risalatnya yang bagus sekali baru-baru ini, tampaknya marupakan suatu penyebab utama modifiksi besar yang dialami keturunan babi hutan.

Tetapi kita terlalu awam untuk berspekulasi tentang arti penting relatif penyebab-penyebab yang diketahui, maupun tidak diketahui, dari variasi. Saya mengatakan hal ini hanya untuk menunjukkan bahwa, bilamana kita tidak mampu menjelaskan perbedaan-perbedaan khas berbagai hewan peliharaan kita, yang bagaimana pun pada umumnya diakui telah timbul melalui keturunan biasa dari beberapa jenis induknya, kita seharusnya tidak memberi tekanan terlalu besar pada keawaman kita tentang penyebab tepat perbedaan-perbedaan analogis antara spesies-spesies yang sebenarnya.


Doktrin Utilitarian (Kegunaan)Seberapa Jauh Kebenarannya: Keindahan, Bagaiman Diperoleh

Ungkapan-ungkapan di atas menggiring saya untuk menyampaikan beberapa hal tentang keberatan yang baru-baru ini dikemukakan terhadap doktrin kegunaan (utilitarian), bahwa setiap rincian struktur telah dihasilkan demi manfaat bagi makhluk hidup pemiliknya. Mereka percaya bahwa banyak struktur telah diciptakan demi keindahan, untuk menggembirakan manusia atau Sang Pencipta (hanya, yang terakhir ini berada di luar lingkup pembahasan ilmiah), atau demi varietas belaka; suatu pendangan yang telah dibahas. Doktrin ini, jika benar, fatal akibatnya bagi teori saya ini. Saya sepenuhnya sepakat, bahwa banyak struktur tubuh sekarang tidak langsung digunakan oleh pemiliknya, dan mungkin tak pernah digunakan oleh nenek moyangnya. Namun ini tidak membuktikan apa-apa bahwa pembentukannya semata-mata karena faktor keindahan atau varietas.

Tidak diragukan, tindakan pasti oleh kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, serta berbagai penyebab modifikasi seperti baru saja dibahas, kesemuanya mengasilkan suatu dampak yang barangkali cukup besar, tanpa tergantung keuntungan yang diperoleh. Tetapi, suatu pertimbangan yang lebih penting lagi adalah, bahwa bagian paling utama suatu organisasi makhluk hidup adalah berkat pewarisnya. Akibatnya, meskipun setiap makhluk memang pasti sangat cocok dengan tempatnya dalam alam, banyak struktur sekarang tidak mempunyai kaitan yang sangat erat dan langsung dengan kebiasaan-kebiasaan hidupnya yang sakarang.

Dengan demikian, kita nyaris tak dapat percaya bahwa kaki angsa dataran tinggi atau kaki burung kapal pergat (frigateship) berjaringan di sela-sela jarinya, punya kegunaan khusus bagi mereka. Kita tidak dapat percaya bahwa tulang-tulang serupa di lengan kera, pada kaki depan kuda, pada sayap kelelawar, dan sirip anjing laut berguna khusus bagi hewan-hewan ini. Untuk amannya, kita dapat merujuk struktur-struktur tersebut pada pewarisan. Tetapi, kaki-kaki berjaringan berjaringan sudah pasti sama bermanfaatnya nagi nenk moyang angsa dataran tinggidan burung pergat, seperti sekarang berguna bagi kebanyakan burung akuatik yang hidup. Jadi kita boleh percaya bahwa nenk moyang anjing laut tidak meiliki sirip, melainkan lima jari yang cocok untuk berjalan atau mencengkeram. Tetapi kita boleh lebih jauh berspekulasi dan percaya bahwa berbagai tulang dalam kaki-tangan kera, kuda dan kelelawar, asal mulanya berkembang berdasar prinsip kegunaan. Mungkin melalui pengurangan lebih banyak tulang dalam sirip suatu nenek moyang purba seluruh kelas yang mirip ikan paus.

Nyaris tak dimungkinkan untuk menetapkan seberapa banyak kelonggaran yang boleh kita berikan untuk penyebab-penyebab perubahan demikian, seperti tindakan pasti kondisi-kondisi eksternal, yaitu apa yang disebut variasi-variasi spontan, dan hukum-hukum pertumbuhan yang kompleks. Tetapi dengan kesualian-kecualian penting ini, kita dapat menyimpulkan bahwa struktur setiap makhluk hidup, sekarang masih, atau dahulu pernah, berguna langsung atau tidak langsung bagi pemiliknya.

Mengenai anggapan bahwa makhluk-makhluk hidup diciptakan indah demi kegembiraan manusia – dan ini merupakan suatu keyakinan lain yang pantas dinyatakan sebagai subversif terhadap keseluruhan teori saya – pertama-tama saya harus menyatakan, bahwa rasa keindahan jelas tergantung pada sifat nalar (nature of mind), tanpa tergantung pada kualitas objek yang dikagumi, dan bahwa ide apa yang indah bukanlah bawaan lahir atau bukannya tidak dapat berubah. Kita dapat melihat kaindahan ini, misalnya, pada manusia dari berbagai ras, yang mengagumi suatu standar yang sama sekali berbeda tentang para wanitanya. Jika objek-objek indah semata-mata hanya diciptakan untuk kepuasan manusia, seharusnya sebelum manusia diciptakan dan tampil di panggung sejarah, tidak banyak keindahan di muka bumi. Apakah kerang volute dan kerang kerucut zaman epos Eocene dan Ammonite yang terukir indah dari periode Sekunder, diciptakan agar manusia dapat mengaguminya dalam almari berabad-abad kemudian?

Tak banyak objek yang lebih indah daripada kotak-kotak silikon diatomaceae: apakah ini diciptakan agar dapat diperiksa dan dikagumi di bawah daya mikroskop yang lebuih tinggi? Keindahan dalam kasus yuang disebut terakhir ini dan dalam kasus-kasus lain, tampaknya secara menyeluruh berkat simetri pertumbuhan kehidupan.

Bunga termasuk salah satu produk alam yang paling indah ,tetapi bungapun dianggap terlalu mencolok, kontras dengan dedaunan hijau dan akibatnya bersamaan itu indah pula, sehingga mudah dilihat oleh serangga. Saya sampai pada kesimpulan ini karena menemukan dalam hukum yang tetap bahwah bila sekuntum bunga dibuahi oleh angin dia tak pernah mempunyai daun mahkota yang berwarna cerah. Berbagai tanaman tanaman punya kebiasaan menghasilkan dua macam bunga, yang satu terbuka dan berwarna supaya menarik perhatian serangga., yang satu lagi tertutup dan tidak berwarna, tidak mengandung madu, dan tidak pernah dikunjungi serangga. Karena itu kita boleh menyimpulkan bahwa jika serangga tidak pernah ada di muka bumi ini, tanaman kita tidak akan pernah dihiasi bunga-bunga indah, melainkan hanya bunga-bunga tidak bagus seperti kita lihat pada cemara, pohon-pohon ek (oak), pohon kastanye dan ash; pada rerumputan, byam, docks dan nettles, yang kesemuanya dibuahi dengan perantaraan angin.

Alur argumentasi yang sama berlaku pada buah-buahan. Buah strawberry atau buah cherry yang matang sama menyenangkannya bagi mata maupun lidah. Bahwa buah pohon Spindle-wood yang berwarna cerah dan buah berry yang merah tua dari pohon holly merupakan objek-objek indah, akan diakui oleh setiap orang. Tetapi keindahan ini hanya berguna sebagai pemandu bagi burung dan hewan, supaya buah tersebut dimakan dan biji-bijinya bisa tersebar luas. Demikianlah, selama ini saya belum menemukan kekecualian pada hukum ini, bahwa biji-bijian selalu dapat disebarluaskan secara demikian bila terbungkus dalam daging buah(yaitu pembungkus yang seperti daging atau bubur), atau diwarnai secara cemerlang dan mencolok seperti warna kuniang, putih atau hitam.

Sebaliknya, saya dengan jujur mengkui bahwa sejumlah besar hewan jantan, sebagaimana semua burung kita yang bagus-bagus, beberapa ikan, reptil dan mamalia dan sebagian kupu-kupu yang berwarna mengagumkan, telah dianggap indah demo keindahan itu sendiri. Tetapi hal ini telah dipengaruhi oleh jenis kelamin yaitu karena hewan jantan yang lebih bagus senantiasa lebih disukai oleh para betina, dan bukannya demi kesenangan manusia. Demikian pula halya dengan nyanyian burung-burung.

Dari semua itu tadi, kita boleh menyimpulkan bahwa selera untuk warna-warna indah dan suara-suara merdu berlaku pada sebagian besar dunia hewan. Bila hewan betina sama indah warnanya dengan hewan jantan, yang tidak jarang terjadi pada burung dan kupu-kupu, penyebabnya tampak terletak pada warna-warna yang diperoleh melalui seleksi jenis kelamin, yang telah diturunkan pada kedua jenis kelamin, bukan hanya pada yang jantan. Bagaimana kepekaan pada keindahan dalam bentuknya yang paling sederhana-yaitu, penerimaan sejenis kesenangan yang khas dari penginderaan akan warna-warna, bentuk-bentuk, dan suara-suara tertentu-yang mula-mula berkembang dalam pikirean manusia purba dan hewan-hewan tingkat rendah merupakan topik yang sangant samar. Kesulitan serupa juga muncul jika kita menanyakan apa sebabnay bau-bauan tertentu menyebabakan memberiakan rasa senang sedangkan yang lain sebaliknya. Kebiasaan dalam semua kasus ini, sampai batas tertentu berperan, tetapi pastilah ada penyebab fundamental dalam konstitusi sistem syaraf setiap spesies.

Seleksi alam tidak mungkin memproduksi suatu modifikasi dalam spesies, khusus demi kemaslahatan spesies lain, meskipun melalui alam suatu spesies terus-menerus berupaya memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari struktur spesies yang lain. Tetapi seleksi alam dapat dan sering memproduksi struktur-struktur demi merugikan secara langsung hewan-hewan lain, seperti kita lihat pada taring ular berbisa, dan pada ovipositor (alat peletak telur) dari icheneumon, yang menempatkan telur-telurnya dalam badan-badan serangga hidup yang lain.

Jika dapat dibuktikan bahwa bagian mana pun dari struktur sembarang spesies telah dibentuk khusus demi kemaslahatan spesies lain, bukti tersebut dapat menihilkan teori saya. Sebab hal seperti itu tidak mungkin diproduksikan melalui seleksi alam. Meskipun banyak pernyataan dapat ditemukan dalam karya-karya tentang sejarah alam yang isisnya demikian, saya tak dapat menemukan satu pun yang saya anggap berbobot.

Memang diakui bahwa ular berderak (rattlesnake) mempunyai taring beracun demi pertahanan diri sekaligus menghancurkan mangsanya. Tetapi beberapa penulis menganggap bahwa pada saat yang sama, ular itu sebetulnya juga memberitahukan pada mangsanya akan datangnya bahaya. Hampir sama mudanya bagi kita untuk percaya, bahwa ketika kucing menggulung ujung ekornya ketika akan meloncat, ia memberitahu tikus korbannya agar bersiap menghadapi bahaya. Jauh lebih mungkin bahwa ular menggunakan bunyi derak-deraknya dan kobra mengembangkan sisi kepalanya dan ular desis berbisa membengkak sambil berdesis begitu keras dan tajam, untuk mengancam burung-burung dan hewan lain yang juga paling berbisa sekali pun. Ular bertindak atas suatu prinsip yang membuat induk ayam pun mengembangkan sayap dan bulu-bulu lehernyabila seekor anjing menghampiri anak-anaknya. Saya tidak punya cukup ruang di sini untuk lebih merinci lagi berbagai cara yang digunakan hewn menakut-nakuti atau menghalau lawan-lawannya.

Seleksi alam tidak akan pernah memproduksi struktur apa pun yang merugikan setiap makhluk tersebut, sebab seleksi alam semata-mata hanya bertidak demi kebaikan masing-masing mereka. Tak satu pun organ akan dibentuk, seperti kata Paley, demi tujuan mendatangkan penderitaan atau kerusakan pada pemiliknya. Jika suatu timbangan yang adil dibuat antara kebaikan dan keburukan yang disebakan oleh masing-masing bagian, kedua hal itu umumnya akan dinilai menguntungkan bagi keseluruhan struktur. Setelah beberapa waktu berlalu, demi kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, jika ada bagian yang mendatangkan kerugian, maka bagian tersebut akan dimodifikasi, makhluk tersebut akan punah, sebagaimana berjuta-juta makhluk telah punah.

Seleksi alam cendrung hanya akan membuat setiap makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesempurna mungkinm atau sedikit lebih sempurna dari penghuni-penghuni lain yang menjadi pesaingnya di suatu daerah yang sama. Dan kita melihat bahwa ini merupakan standar kesempurnaan yang diperoleh dalam alam. Produk-produk endemik Selandia Baru, misalnya masing-masing sempurna bila dibandingkan satu sama lain, tetapi sekarang mereka kalah dan tunduk pada masuknya beribu-ribu tanaman dan hewan yang datangnya dari Eropa. Di sini, seleksi alam tidak memproduksi kesempurnaan mutlak, tidak pula kita selalu menjumpai, sejauh kita dapat menilai, standar setinggi itu dalam alam. Koreksi penyimpangan cahaya dikatakan oleh Muller tidak sempurna, bahkan tidak dalam organ yang paling sempurna, yaitu mata manusia.

Helmozt, yang pendapatnya tak akan dibantah siapa pun, setelah dia menggambarkan dengan istilah-istilah paling kuat tentang daya-daya menakjubkan pada mata manusia, menambahkan kata-kata yang mengesankan ini : ”Apa yang telah kita temukan perihal ketidaktepatan dan ketidaksempurnaan pada mesin optik dan citra alam retina, bukan apa-apanya dibandingkan ketidakserasian yang baru saja kita jumpai dalam kawasan penginderaan (sensations). Oarang mungkin berkata bahwa alam senang mengakumulasikan kontradiksi-kontradiksi untuk menghilangkan semua dasar –dasar teori keserasian(harmony) yang sudah ada sebelumnya antar dunia eksternal dan dunia internasional”.Jika penalaran membawa kita bergairah mengagumi temuan-temuan dalam alam yang tak dapat ditiru, maka penalaran yang sama itu mengatakan kepada kita, meskipun kita mudah keliru pada kedua pihak, bahwa beberapa penemuan yang lain kurang sempurna. Dapatkah kita mengatakan bahwa sengat lebah itu sempurna, sedangkan kalai digunakan terhadap berbagai macam musuh, tidak dapat ditarik kembali, berkst bulu-bulu keras yang menghadap terbalik dang mengakibatkan kematian lebah tersebut dengan merobek isi rongga perutnya sendiri?

Jika kita melihat sengatan lebahg seperti yang pernah dimiliki seekor nenek moyang purbanya, sebagai alat piranti mengebor yang berbulu keras, seperti yang terdapat pada banyak anggota ordo besar ini, dan semenjak itu telah dimodifikasi , tetapi tidak disempurkan untuk tujuan yang lain, seperti untuk menghasilkan galls (cairan empedu) yang sejak itu diintensifikasi, maka barangkali kita dapat mengetahui apa sebabnya penggunaan sengat itu dapat mengakibatkan kematian serangga itu sendiri. Sebab pada umumnya kemampuan menyengat berguna bagi komunitas sosialnya, itu akan memenuhi semua persyaratan seleksi alam, meskipun dapat mengakibatkan kematian bebewrapa anggotanya. Jika kita mengagumi kekuatan menakjubkan dari bau-bauan yang memudahkan serangga jantan menemukan pasangan betina, dapatkah kita mengagumi produksi ribuan lebah pejantan (drones)yang diciptakan hanya untuk satu tujuan, membuahi telur betina? Lebah pejantan sama sekali tidak berguna untuk tujuan apa pun bagi komunitasnya. Mereka akhirnya akan dibantai oleh saudara-saudaranya yang betina yang steril dan rajin. Mungkin sulit tetapi kita patut mengagumi kebencian naluriah dan sengatan seekor ratu lebah, yang mendesak dia untuk membunasakan ratu-ratu yang muda, anaknya sendiri, begitu mereka lahir, atau membiarkan dirinya sendiri binasa dalam pertarungan. Sebab, hal ini demi kebaikan komunitas dann cinta kasih keibuan atau kebenciannya, meskipun kebencian itu untung sekali sangat langkah; kesemuanya sama bagi prinsip seleksi alam yang tak dapat ditawar-tawar. Jika kita mengagumi berbagai temuan modifikasi yang sangat cerdik, dengannya bunga anggrek dan banyak tanaman lai dibuahi melalui perantaraan serangga, dapatkah kita menganggap sama sempurnanya jerih payah bergumpalnya tepung sari pada pohon cemara, sehingga beberapa granula dapat dihalau angin swcara kebetulan pada ovula?


Ringkasan: Hukum Kesatauan Tipe dan Kondisi yang Diyakini oleh seleksi alam.

Dalam bab ini, kita telah mendiskusikan beberapa kesulitan dan keberatan yang mungkin dikemukakan melawan teori seleksi alam. Banyak di antaranya serius. Teteapi sya pikir, dalam diskusi ini telah cukup diterangkan berbagai fakta, bahwa posisi mereka yang mendasarkan keyakinannya pada tindakan penciptaan yang mandiri – bahwa tiap-tiap spesies diciptakan sudah seperti itu secara sendiri-sendiri – sama seklai tidak jelas. Kita telah melihat bahwa spesies pada periode manapun tidak variabel untuk jangka waktu tak terbatas dan dihubungkan bersama oleh sejumlah besar gradasi perantara. Hal ini sebagian disebabkan oleh proses seleksi alam yang selalu sangat lambat dan sewaktu-waktu serta hanya berlaku pada bebrapa bantuk saja, dan untuk sebagian lagi karena proses itu sendiri mengandung arti penggantian terus-menerus dan kepunahan gradasi-gradasi transisi/intermediet.

Spesies-spesies yang erat serumpun, yang sekarang hiduo di areal yang besambungan, tentu dahulu berbentuk ketika areal itu tidak bersambungan, dan ketika kondisi-kondisi kehidupan tidak bergradasi secara tak masuk akal dari satu bagian ke bagian yang lain. Bilamana dua varietas terbentuk dalam dua kawasan yang bersambungan, suatu varietas-transisi sering akan terbentuk, yang cocok bagi zona penengah. Tetapi dari alasan-alasan yang diberikan, varietas-transisi biasanya akan hidup dalam jumlah lebih sedikit ketimbang kedua bentuk yang dihasilkannya. Akibatnya, kedua bentuk tersebut, selama berlangsungnya modifikasi lebih lanjut, dari kebaradaan dalam jumlah yang lebih besar bakal mendapat keuntungan lebih besar karena mengungguli varietas-transisi yang jumlahya lebih sedikit. Dengan demikian dia pada umumnya akan berhasil menggeser dan mepunahkannya.

Kita telah melihat dalam bab ini betapa kita harus hati-hati dalam menyimpulkan bahwa kebiasaan hidup yang paling berbeda tidak dapat saling bergradasi satu sama lain. Bahwa seekor kelelawar, misalnya, tidak mungkin dapat dibentuk oleh seleksi alam dari seekor hewan yang semula maluncur di udara.

Kita telah melihat bahwa bahwa spesies-spesies dalam kondisi kehidupan yang baru mungkin akan mengubah kebiasaannya atau memiliki aneka ragam kebiasaan, beberapa di antaranya sangat berbeda dengan kebiasaan sekutunya yang paling dekat. Karena itu kita dapat mengerti, mengingat behwa setiap makhluk hidup berupaya menetap dimana dia dapat hidup, bagaimana asal mulanya maka angsa dataran tinggi mempunyai kaki yang berjaringan; bagaimana ada burung pelatuk yang hidup di tanah, burung thrush yang menyelam dan burung petrel yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan burung auk.

Meskipun keyakinan bahwa organ yang begitu sempurna seperti mata dapat dibentuk oelej seleksi alam sudah cukup mambuat orang tercengan, namun dalam kasus setiap organ, jika kita mnegetahui rangkaian panjang gradasi kerumitan yang masing-masing berguna bagi pemiliknya, maka dalam kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, tidak ada kemustahilan dalam perolehan derajat kesempurnaan yang dapat dibayangkan, melalui seleksi alam. Dalam kasus-kasus yang di dalamnya tidak kita ketahui adanya kedaan pertengahan atau transisi, kita harus luar biasa hati-hati dalam menyimpulkan, bahwa tidak ada yang pernah hidup, sebab metamorfosa-metamorfosa banyak organ yang mmeprlihatkan perubahan-perubahan hebat dalam fungsi setidaknya dimungkinkan. Misalnya, sebuah kantung renang rupanya telah dikonversi menjadi paru-paru yang mengambil nafas dari udara. Karena organ tersebut, setelah menjalani fungsi-fungsi yang sangat berbeda sekaligus, kemudian setelah sebagian atau keseluruhannya terspesifikasi untuk satu fungsi yang sama secara simultan, yang satu disempurnakan sementara dibantu oleh yang lain, ini tentulah akan banyak mempermudah transisi.

Kita juga telah melihat bahwa dalam dua makhluk yang sangat berjauhan satu sama lain dalam skala alam, organ-organ yang berfungsi demi tujuan yang sama dan dalam penampilan eksternal sangat bermiripan, mungkin dulunya terbentuk secara terpisah dan mandiri. Tetapi bila organ-organ demikian diteliti secara cermat, perbedaan-perbedaan pokok dalam struktur merka hampir selalu dapat dideteksi, dan iniwajar menjadi akibatnya, berdasar prinsip seleksi alam. Sebaliknya, hukum umum di seluruh alam adalah keanekaragaman tanpa batas truktur, demi mencapai tujuan yang sama, dan hal ini juga menjadi akibat wajar dari prinsip agung yang sama.

Dalam banyak kasus kita terlalu awam untuk mempu memastikan sebagian orang begitu tidak penting untuk kesejahteraan suatu spesies, sehingga modifikasi-modifikasi dalam strukturnya tidak mungkin terakumulasi perlahan-lahan, dengan sarana seleksi alam. Dalam banyak kasus lain, modifikasi-modifikasi barangkali merupakan hasil langsung hukum-hukum variasi atau hukum pertumbuhan, tanpa tergantung pada keuntungan yang dicapai dengan cara demikian.

Tetapi, struktur-struktur yang demikian sering – sebagaimana kita diyakinkan – telah dimanfaatkan terus-menerus dan masih dimodifikasi lebih lanjut, demi kabaikan spesies dalam kondisi-kondisi kehidupan yang baru. Kita juga boleh percaya bahwa suatu bagian yang semula sengat penting seringkali tetap dipertahankan (seperti ekor hewan akuatik oleh keturunan-keturunan daratnya), meskipun hal ini telah menjadi begitu tidak penting sehingga tidak mungkin dalam keadaannya yang sekarang, diperoleh melalui seleksi alam.

Seleksi alam tidak dapat memproduksi sesuatu dalam satu spesies dami kebaikan khusus atau kerugian khusus bagi yang lain, meskipun dapat memproduksi bagian-bagian, organ-organ dan cairan-cairan (excretions) yang sangat berguna atau bahkan mutalk perlu, atau pun juga sangat merugikan bagi spesies lain, tetapi dalam semua kasus sekaligus berfaedah bagi pemiliknya. Dalam daerah yang banyak penghuninya, seleksi alam bertindak melalui persainagn para penghuni dan akibatnya membawa ke sukses dalam perjuangan hidup yang hanya cocok dengan strandar daerah itu saja. Karena itu penghuni satu daerah, umumnya yang lebih kecil, sering tunduk pada penghuni-penghuni daerah lain yang lebih besar. Dalam daerah yang lebih besar itu akan hidup lebih banyak bantuk kehidupan yang beraneka ragam, dan persaingannya tentu lebih sengit. Dengan demikian standar kesempurnaan akan dianggap lebih tinggi. Seleksi alam tidak selalu membawa ke arah kesempurnaan absolut. Tidak pula kesempurnaan absolut dapat dinyatakan sebagai kebenaran, sejauh kita dapat menilainya dengan kemampuan-kemampuan kita yang terbatas.
Tentang teori seleksi alam, kita dapat mengerti secara gamblang, makna sepenuhnya dari pepatah kuno dalam sejarah alam. ”Natura non facit saltum.” Pepatah ini, jika kita hanya melihat penghuni-penghuni bumi yang sekarang, tidak tepat benar. Tetapi kalau kita memasukkan semua penghuni dari zaman-zaman lampau, apakah dikenal ataukah tidak, berdasarkan teori saya ini, tentu benar sepenuhnya.

Umumnya diakui bahwa semua makhluk hidup telah dibentuk berdasarkan duan hukum agung – Kesatuan Tipe dan Kondisi-kondisi Kehidupan. Dengan istilah kesatuan tipa dimaksudkan, bahwa ada kesepakatan fundamental dalam struktur yang kita lihat pada makhluk hidup di kelas yang sama, dan yang cukup mandiri kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Berdasarkan teori saya, kesatuan tipe dijelaskan oleh kesatuan keturunan. Ungkapan-ungkapan kodisi kehidupan yang begitu ditekankan oleh Cuvier yang kenamaan itu, sepenuhnya ducakup oleh prinsip seleksi alam. Sebab seleksi alam bertindak, atau dengan sekarang mengadaptasikan berbagai bagian setiap makhluk pada kondisi kehidupan organik maupun anorganik, atau dengan telah mengadaptasikannya selam periode-periode zaman lampau. Adaptasi-adaptasi tersebut dalam banyak kasus dibantu oleh digunakannya atau tidak digunakannya bagian-bagian tubuh yang terpengaruh oleh tindakna langsung kondisi-kondisi eksternal kehidupan, dan dalam segala kasus tunduk pada berbagai hukum pertumbuhan dan variasi.

Oleh sebab itu, sebenarnya hukum Kondisi-kondisi Kehidupan merupakan hukum yang lebih tinggi, karena dalam hukum ini tercakup – melalui pewarisan variasi-variasi dan adaptasi-adaptasi yang lampau – hukum kesatuan tipe.

No comments:

Post a Comment